Jalan Masuk Setan

Sehingga jelaslah, sesungguhnya saat-saat untuk mendapatkan derajat yang tinggi di tengah luasnya lapangan taqarrub kepada Allah telah hilang darimu. Sungguh hari ini adalah peluang bagimu untuk meraih derajat yang tinggi di sisi Allah SWT, namun, setelah engkau  menunda-nundanya, saat-saat itu pun telah hilang dan berlalu darimu

Pembicaraan kita pada pelajaran kali ini adalah tentang tipu daya setan — semoga Allah  memelihara kita semua dari setan.

Kita telah sepakat, sesungguhnya tipu daya setan itu teramat lemah. Hal itu telah dikhabarkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya, "Sesungguhnya tipu daya setan itu lemah." - QS An-Nisa: 76. Kita pun sepakat, tipu daya setan dapat ditolak dengan dzikir. Lalu apa perlunya untuk mendalami lebih jauh ihwal perincian-perincian jalan masuknya setan untuk memperdaya manusia?

Sesungguhnya kita teramat membutuhkan untuk mengetahuinya, karena hal ini akan memberikan pengetahuan dan ma’rifah kepada manusia terhadap dirinya.

Bila engkau berdzikir, menyebut Allah, setan pun akan pergi berlalu meninggalkanmu. Akan tetapi, dari manakah setan masuk kepadamu? Demi Allah, bila saja bukan karena kegelapan hati, bila saja bukan karena kecenderungan nafsu kepada keburukan, kalau bukan karena keinginan hawa nafsu, kalau bukan karena penyakit-penyakit hati, niscaya setan tidak akan pernah dapat masuk ke dalam hatimu.

Mungkinkah seseorang dapat sampai kepada satu kondisi yang setan tidak dapat meniupkan tipu daya terhadapnya?

Itu mungkin terjadi. Dalilnya, Nabi SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya setan benar-benar menghindar darimu, wahai Umar.” (al-Jami` ash-Shaghir). Bukan hanya setan tidak mampu  mempermainkanmu dan menggodamu, ia bahkan takut terhadap bayanganmu. Ia akan bergegas menghindar dan lari karena melihat bayanganmu. Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Putra Al-Khaththab, demi Dzat Yang jiwaku berada di genggaman-Nya, tidaklah setan melihatmu di saat melewati satu gang melainkan ia akan melewati gang lain yang tidak engkau lalui.” Yakni setan tidak akan dapat mendekati jiwa yang telah terpenuhi oleh makna-makna kedekatan dengan Allah SWT.

Dan di antara tanda-tanda orang-orang yang memiliki jiwa semacam ini adalah tidak pernah merasa tenteram di sisi setan. Setan tidak dapat mendekat kepada pemilik jiwa ini, karena mereka telah melatih diri mereka dan menenteramkan jiwanya hanya kepada Allah SWT. Mereka tidak pernah merasa tenteram di samping setan.

Diriwayatkan bahwa Imam Ahmad bin Hanbal RA ketika dalam keadaan sakratul maut ditalqinkan kepadanya ucapan La ilaha illallah. Ucapan ini disunnahkan untuk ditalqinkan kepada seseorang yang sedang menghadapi kematian.

Ditalqinkan di samping telinganya ucapan La ilaha illallah. Dan jangan engkau berkata “Ucapkan…Ucapkan La ilaha illallah”. Karena sakratul maut merupakan saat-saat yang teramat berat yang dihadapi oleh seseorang menjelang kematiannya. Dalam keadaan seperti itu, ucapanmu yang demikian akan sangat mengganggu dan menyakitinya, terkadang justru dapat membuatnya berat untuk mengucapakan kalimat La ilaha illallah padahal ia sedang berada di akhir usianya. Itulah sebabnya, cukuplah mengulang-ngulang ucapan itu di dekat telinganya.

Dan bila orang itu sudah mengucapkannya, berhentilah dari menuntunnya untuk mengucapkan kalimat La ilaha illallah, dengan harapan ucapan itu menjadi ucapan terakhir baginya. Namun bila ia mengucapkan sesuatu yang lain lagi setelahnya, tuntunlah lagi untuk mengucapkan La ilaha illallah seperti sebelumnya.

Ketika para sahabat Imam Ahmad menyaksikan beliau dalam kondisi sakratul maut, mereka menuntunkan kalimat La ilaha illallah kepadanya. Namun tiba-tiba Imam Ahmad berkata, “Tidak, tidak akan pernah! Tidak, tidak akan pernah!”

Seorang imam Ahlussunnah ketika ditalqinkan kepadanya kalimat La ilaha illallah dalam keadaan sakratul maut tidak mengucapkannya dan justru berkata, “ Tidak, tidak akan pernah!”

Para pengikut setia Imam Ahmad dan muhibbin yang menyaksikan kejadian itu mendadak terperanjat karenanya. Mereka bingung, takut, dan gelisah terhadap kondisi yang dihadapi oleh Imam Ahmad pada saat itu.

Beberapa saat kemudian Imam Ahmad sedikit terlihat tenang. Ia membuka matanya dan berkata kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya, “Apakah kalian mengucapkan sesuatu? Apakah kalian mengucapkan sesuatu?”

“Benar, kami mengucapkan La ilaha illallah tapi engkau justru mengatakan, ‘Tidak, tidak akan pernah. Tidak, tidak akan pernah’.”

Imam Ahmad berkata, “Sungguh aku tidak berkata-kata dengan kalian, melainkan ucapan itu kepada iblis. Ia datang kepadaku sambil menggigit jarinya. Ia berkata kepadaku, ‘Oh, sungguh engkau telah terlepas dariku, wahai Ibnu Hanbal!’ Ia menginginkan agar aku merasa ujub terhadap diriku sehingga aku bertemu Allah dalam keadaan ujub. Maka aku pun berkata kepadanya, ‘Tidak, tidak akan pernah. Tidak, tidak akan pernah’.”

Yang beliau maksudkan, selama ruh masih berada pada jasad, tidak akan mungkin aman dari tipu daya iblis, terlebih lagi di saat-saat menjelang kematian.

Para imam adalah pemilik nur yang setan tidak dapat memperdaya dan masuk ke dalam hati mereka, karena mereka adalah orang-orang yang paling besar kewaspadaannya, kehati-hatiannya, dan pengetahuannya terhadap jalan-jalan masuknya setan, yang hendak memperdaya mereka, sehingga mereka senantiasa dalam keadaan waspada terhadapnya. Sebab itulah kita teramat membutuhkan untuk mengetahui jalanjalan yang dapat memberikan kesempatan masuknya setan untuk memperdaya manusia.

Tujuh Jalan
Para ahli ma’rifah menjelaskan, ada tujuh jalan bagi masuknya setan. Tujuh jalan ini dapat engkau jadikan sebagai contoh atau patokan-patokan dari jalanjalan masuknya setan. Adapun perinciannya dapat dicabangkan menjadi tujuh puluh, tujuh ratus, atau tujuh ribu, dan seterusnya.

Sesungguhnya setan tidak pernah bosan dan tidak pula letih dalam memperdaya manusia. Tujuh jalan ini adalah perkara utama yang darinya setan dapat masuk ke dalam hati dan memperdayanya. Pertama, berpalingnya seseorang dari melakukan amal kebajikan (sharfuka ‘an al-‘amal).

Engkau berniat untuk melakukan satu amal kebajikan. Adzan Subuh berkumandang. “Bangun dan shalatlah!”

“Tapi kamu letih, tidurlah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang!” Bisikan ini telah menghilangkan keinginan untuk melakukan kebajikan. Dan untuk mengembalikannya adalah dengan memohon perlindungan kepada Allah darinya dan dengan melakukan dialog dengan diri kita.

“Sungguh aku teramat butuh untuk melakukan amal. Bila aku tidak melakukannya, dengan bekal apakah kelak aku menghadap Allah? Bagaimana aku mendapat ridha Allah? Bagaimana agar aku dapat mengekangmu, wahai nafsu yang selalu condong kepada keburukan?”

Jawaban semacam ini kepada siapa? Kepada setan? Tidak, sama sekali tidak. Sama sekali tidak diperlukan berdialog dengan setan. Jawaban ini adalah kepada nafsu yang telah menyambut bisikan setan.

Dari mana masuknya bisikan itu? Dari hati yang sudah tercemar, dari nafsu. Engkau menyambut bisikan setan di dalam nafsumu.

Bila seseorang berkata “Aku teramat butuh untuk melakukan amal kebajikan”, setan pun pergi darinya. Setan pergi pada saat engkau mengingat Allah. Setan diam sesaat lalu kemudian kembali lagi kepadamu dan berkata, “Kerjakanlah kebajikan itu, tetapi tidak usah sekarang, sebentar saja lagi....” Inilah jalan masuk kedua bagi setan.

Kedua, menunda-nunda untuk melakukan amal kebajikan (taswif).

“Sebentar lagi... nanti, besok saja...!”

“Sekarang aku tidak melakukan kebajikan. Tapi besok tidak akan pernah lagi meninggalkannya. Insya Allah nanti aku akan bertaubat. Aku akan menjaga shalat.” Setelah itu engkau tertib melakukan shalat setelah absen darinya. Akan tetapi, pada saat itu, zakat berkata kepadamu, “Bersihkanlah hartamu yang ini dan itu, segeralah keluarkan zakat dan tinggalkan riba.”

“Tidak! Biarlah saat ini aku tidak akan mengeluarkan zakat sampai aku sudah punya ini dan itu, sampai akau mapan dan hartaku cukup...! Zakat biarlah nanti saja...! Bila kelak aku sudah nikah, insya Allah aku akan baik dan sungguh-sungguh dalam mengerjakan kebajikan dengan sebaik-baiknya.”

Bagaimana mengobati hati dari penyakit taswif (menunda-nunda untuk melakukan amal kebajikan). Apabila berhubungan dengan setan, penawarnya dan obatnya adalah al-isti‘adzah billah (mohon perlindungan kepada Allah SWT) dari tipu daya dan godaan setan.  Dengan dzikir mengingat Allah, setan akan pergi dan berlalu.

Namun, jika berhubungan dengan nafsu, penawarnya adalah dua perkara. Pertama, mengingat mati, bahwa kematian adalah kemestian yang akan datang menghampirimu pada waktu yang sudah ditentukan.

Kapan kematian akan datang?
Kematian bisa saja datang kepadamu sebelum engkau menikah? Bagaimana kelak engkau menghadap Allah? Apakah engkau akan berkata, “Wahai Tuhanku, aku sudah berkata, aku akan melakukan amal kebajikan tapi aku belum menikah?!”

Sungguh kematian bisa saja datang sebelum engkau mendapatkan sejumlah harta yang engkau inginkan dan sebelum engkau meninggalkan riba. Sebelum engkau menghabiskan waktu-waktu tertentu yang engkau ingin habiskan dengan bersenang-senang. Ingatlah kematian.

Kedua, ingatlah bahwa amal pada tiap-tiap hari adalah amal pada hari itu. Bila engkau telah menunaikan amal pada hari ini, akan datang kepadamu amal hari esok. Sesungguhnya di hari hari esok terdapat amal-amal yang harus engkau tunaikan sebagaimana amal-amal yang telah engkau tunaikan hari ini. Jika engkau menunda-nunda dari menunaikan amal-amal di hari ini hingga hari esok, dan amal-amal hari esok engkau tunda-tunda hingga lusa, lalu kapankah engkau akan menunaikannya?

Sehingga jelaslah, sesungguhnya saat-saat untuk mendapatkan derajat yang tinggi di tengah luasnya lapangan taqarrub kepada Allah telah hilang darimu. Sungguh hari ini adalah peluang bagimu untuk meraih derajat yang tinggi di sisi Allah SWT, namun, setelah engkau menunda-nundanya, saat-saat itu pun telah hilang dan berlalu darimu. Sedangkan orang lain telah menggapai ketinggian itu dengan bertaqarrub kepada Allah dengan melakukan amal-amal kebajikan yang tidak engkau lakukan.
Previous
Next Post »