“Pertama kali yang Allah ciptakan adalah akal. Lalu Dia berfirman kepadanya, ‘Menghadaplah.’ Maka ia pun menghadap. Kemudian Dia berfirman kepadanya, ‘Mundurlah.’ Maka ia pun mundur. Lalu Dia berfirman, ‘Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku tidak menciptakan makhluk yang lebih mulia bagi-Ku daripada kamu. Dengan sebab engkau, Aku mengambil. Dengan sebab engkau, Aku memberi. Dengan sebab engkau, Aku memberi balasan pahala. Dan dengan sebab engkau, Aku menghukum’.”
Islam adalah agama yang sangat memuliakan akal dan menempatkannya pada kedudukan yang tinggi. Tetapi tidak berarti bahwa orang boleh berbuat apa saja dan bagaimana saja menurut akalnya. Bagaimanapun, akal manusia itu terbatas dan harus mendapatkan bimbingan agar tak salah arah. Di situlah pentingnya fungsi ajaran-ajaran dan petunjuk-petunjuk agama. Dalam kajian berikut, kita akan mengikuti penjelasan pengarang tentang kemuliaan akal. Marilah kita perhatikan dengan cermat masalah yang sangat penting ini.
Pengarang mengatakan:
Ia (akal) merupakan sumber ilmu. Kemuliaannya ditunjukkan oleh sabda Nabi SAW, “Pertama kali yang Allah ciptakan adalah akal. Lalu Dia berfirman kepadanya, ‘Menghadaplah.’ Maka ia pun menghadap. Kemudian Dia berfirman kepadanya, ‘Mundurlah.’ Maka ia pun mundur. Lalu Dia berfirman, ‘Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku tidak menciptakan makhluk yang lebih mulia bagi-Ku daripada kamu. Dengan sebab engkau, Aku mengambil. Dengan sebab engkau, Aku memberi. Dengan sebab engkau, Aku memberi balasan pahala. Dan dengan sebab engkau, Aku menghukum’.”
Penjelasan Pengasuh
Banyak hadits yang menunjukkan kemuliaan akal. Di antaranya hadits yang diriwayatkan Anas, ia mengatakan, “Suatu kaum memuji seorang laki-laki di hadapan Nabi SAW sampai sangat memujinya.
Maka Nabi bertanya, ‘Bagaimanakah akal laki-laki itu?’
Mereka menjawab, ‘Kami beritakan kepada engkau tentang kesungguhannya dalam beribadah dan bermacam-macam kebajikan, dan engkau bertanya kepada kami tentang akalnya?’
Maka beliau bersabda, ‘Sesungguhnya orang yang dungu itu, dengan kebodohannya melakukan dosa lebih banyak daripada kezhaliman orang yang zhalim. Hanyasanya tinggi kedudukan hamba-hamba pada derajat-derajat yang dekat kepada Tuhan mereka besok adalah atas kadar akal mereka’.”
Dari Umar RA, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidaklah seseorang berusaha seperti keutamaan akalnya yang menunjukkan pemiliknya kepada petunjuk dan menolakkannya dari kehinaan. Dan tidak sempurna iman seseorang dan tidak lurus agamanya hingga sempurna akalnya.”
Dalam hadits dari Abu Sa‘id Al-Khudri RA, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Tiap-tiap sesuatu memiliki tiang, sedangkan tiang orang yang beriman itu adalah akalnya. Maka menurut kadar akalnyalah ibadahnya itu. Tidakkah kamu mendengar perkataan orang-orang yang zhalim di dalam neraka: Seandainya kami mendengar atau kami berpikir, niscaya kami tidak menjadi penghuni Sa‘ir (neraka)?’.”
Terdapat pula sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seseorang itu dengan kebaikan akhlaqnya (budi pekertinya) dapat menyusul orang yang berpuasa dan mendirikan malamnya dengan ibadah. Dan kebaikan akhlaq seseorang itu tidak sempurna sampai sempurna akalnya. Ketika itu, sempurnalah imannya, ia taat kepada Tuhannya, dan menentang musuhnya, iblis.”
Kemudian pengarang mengatakan:
Beliau juga bersabda, “Aku bertanya kepada Jibril, ‘Apakah kemuliaan itu?’ Ia menjawab, ‘Akal’.”
Penjelasan Pengasuh
Masih banyak riwayat yang menunjukkan kemuliaan akal. Di antaranya dari Bara’ bin ‘Azib RA, ia berkata, “Pada suatu hari banyak persoalan yang diajukan kepada Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda, ‘Wahai manusia, sesungguhnya tiap-tiap sesuatu ada kendaraannya, sedangkan kendaraan seseorang adalah akalnya. Orang yang paling baik petunjuknya dan paling mengenal hujjah adalah orang yang paling utama akalnya di antara kalian’.”
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, “Ketika Rasulullah SAW kembali dari Perang Uhud, beliau mendengar orang-orang berkata, ‘Fulan lebih berani daripada Fulan, Fulan mendapat cobaan (luka) yang tidak mengenai Fulan, dan sebagainya.’
Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Mengenai ini, kalian tidak memiliki ilmu tentangnya.’
Mereka bertanya, ‘Bagaimanakah itu, wahai Rasulullah?’
Lalu beliau bersabda, ‘Sesungguhnya mereka berperang menurut kadar akal yang telah diberikan Allah kepada mereka. Maka kemenangan dan niat mereka itu atas kadar akal mereka. Lalu mereka mengalami apa yang mereka alami atas kedudukan yang bermacam-macam. Apabila datang hari Kiamat, mereka mendapatkan kedudukan menurut kadar niat dan akal mereka’.”
Dalam sebuah hadits juga dikatakan, “Orang yang paling sempurna akalnya di antara kalian adalah orang yang paling takut kepada Allah Ta`ala dan orang yang paling baik penalarannya di antara kalian dalam apa yang diperintahkan kepadamu dan apa yang dilarang meskipun ia orang yang paling sedikit amalan sunnahnya.”
Dari Aisyah RA, ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, dengan apa manusia mendapat keutamaan di dunia?’
Beliau bersabda, ‘Dengan akal.’
Aku bertanya lagi, ‘Dan di akhirat?’
Beliau bersabda, ‘Dengan akal.’
Aku bertanya lagi, ‘Tidakkah mereka dibalas dengan amal mereka?’
Beliau bersabda, ‘Hai Aisyah, tidakkah mereka beramal kecuali dengan kadar akal yang diberikan Allah ‘Azza Wa Jalla kepada mereka? Maka dengan kadar akal yang diberikan kepada merekalah amal mereka itu, dan dengan kadar apa yang mereka amalkan mereka dibalas’.”
Mengenai apa itu akal, pengarang menjelaskan:
Hakikat akal adalah naluri yang digunakan untuk menjangkau ilmu-ilmu yang bersifat teoretis. Akal bagaikan cahaya yang diletakkan di dalam hati sehingga manusia siap memahami segala sesuatu. Hal yang demikian itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan nalurinya.
Wallahu a‘lam.
Al-Mursyid Al-Amin - Karya Al-Ghazali
Diasuh oleh: K.H. Saifuddin Amsir