Ketahuilah, tingkatan ilmu-ilmu itu berdasarkan dekat dan jauhnya ia dengan ilmu akhirat. Sebagaimana ilmu-ilmu syari’at mempunyai keunggulan di atas ilmu-ilmu lainnya, ilmu yang berkaitan dengan hakikat-hakikat syari’at lebih utama daripada ilmu yang berkaitan dengan hukum-hukum zhahir.
Telah sama-sama kita ketahui, nilai ilmu itu sangat tinggi dalam pandangan Islam. Tetapi satu ilmu dengan ilmu lainnya mempunyai perbedaan dalam kedudukan atau tingkatannya. Dalam bahasan kali ini, pengarang menjelaskan hal tersebut, di samping menerangkan ihwal para pendiri madzhab yang menjadi panutan umat. Marilah kita perhatikan penjelasannya yang sangat penting ini, yang dapat menjadi pedoman bagi kita dalam menuntut ilmu.
Pengarang mengatakan:
Ketahuilah, tingkatan ilmu-ilmu itu berdasarkan dekat dan jauhnya ia dengan ilmu akhirat. Sebagaimana ilmu-ilmu syari’at mempunyai keunggulan di atas ilmu-ilmu lainnya, ilmu yang berkaitan dengan hakikat-hakikat syari’at lebih utama daripada ilmu yang berkaitan dengan hukum-hukum zhahir.
Penjelasan Pengasuh
Yang dimaksud dengan ilmu-ilmu syari’at adalah ilmu-ilmu yang diperoleh dari para nabi, bukan yang ditunjukkan oleh akal, seperti ilmu hitung, bukan yang didapat melalui pengalaman, seperti kedokteran, dan bukan pula yang didengar dari pengalaman, seperti bahasa.
Kemudian pengarang mengatakan:
Ahli fiqih memutuskan sesuatu yang zhahir apakah sah ataukah rusak (tidak sah), sedang di balik itu terdapat ilmu yang dengannya dapat diketahui apakah ibadah seseorang itu diterima atau ditolak. Dan ilmu yang terakhir ini merupakan bagian dari ilmu tasawuf, sebagaimana yang akan diterangkan nanti.
Dan para ulama terkenal yang madzhab-madzhabnya dianut oleh manusia dan menjadi panutan mereka telah menggabungkan ilmu fiqih, ilmu-ilmu hakikat, dan pengamalannya. Sesungguhnya hal tersebut hanya dapat diketahui dengan mengungkap hal-ihwal mereka dan mengutip ucapan-ucapan mereka.
Penjelasan Pengasuh
Dari hal-ihwal mereka dapat disaksikan tanda-tanda ulama akhirat sebagaimana nanti akan dijelaskan pada bahasan tentang tanda-tanda ulama akhirat. Mereka tidak hanya semata-mata menggeluti ilmu fiqih, melainkan juga menyibukkan diri dengan ilmu tentang menata dan menjaga hati.
Mereka berjumlah lima orang, yaitu Asy-Syafi‘i, Malik, Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, dan Sufyan Ats-Tsauri.
Masing-masing dari mereka adalah ahli ibadah, ahli zuhud, dan orang yang alim mengenai ilmu-ilmu akhirat sebagaimana juga alim dengan ilmu fiqih yang zhahir yang berhubungan dengan kemaslahatan-kemaslahatan manusia. Mereka menginginkan keridhaan Allah SWT dengan semua ilmu mereka.
Inilah lima buah pekerti yang diikuti oleh para ulama fiqih di masa sekarang pada satu pekerti saja, yaitu pekerti tasymir (semangat menyebarkan ilmu) dan sangat bersungguh-sungguh dalam cabang-cabang fiqih. Karena keempat pekerti yang lainnya hanya untuk kepentingan akhirat, sedangkan pekerti yang satu ini bisa untuk kepentingan dunia dan akhirat. Kami akan mengemukakan sebagian dari keadaan mereka yang menunjukkan keempat pekerti ini.
Penjelasan Pengasuh
Demikianlah yang disebutkan dalam kitab Al-Ihya’. Sedangkan dalam kitab Ithaf As-Sadah Al-Muttaqin bi Syarh Ihya’ Ulum Ad-Din, karya Sayyid Muhammad bin Muhammad Al-Husaini Az-Zubaidi, disebutkan: mengerahkan segala kesungguhan dalam menjaga bermacam-macam cabang (persoalan) fiqih. Dalam teks-teks lain yang dicetak disebutkan: menyebarkan, yakni menyebarkan berbagai macam persoalan fiqih.
Kitab Al-Mursyid Al-Amin - Karya Al-Ghazali
Diasuh oleh K.H. Saifuddin Amsir