Menimbang Lintasan Baik

Dengarlah, wahai murid yang menuju Allah, wahai orang-orang yang merindukan kedekatan bersama Allah, seseorang yang sungguh benar kerinduannya kepada Allah SWT adalah bila ia sungguh-sungguh merasakan agungnya segala penghormatan yang Allah berikan kepada-Nya

Ilmu ini adalah ilmu amaliah, karenanya ambillah ilmu ini dan amalkanlah dalam keseharian kita. Bila engkau tidak meng­ambilnya untuk engkau terapkan dengan upaya dan kesungguhan, itu bukanlah maksud dari ilmu ini.

Engkau adalah hamba yang sedang berjalan menuju Allah, maka berjalanlah menuju Allah dengan sesungguhnya, berjalan menuju Allah dengan per­buat­an.

Pada pelajaran kali ini, kita akan mempelajari satu timbangan lain, yakni timbangan yang akan kita gunakan untuk membedakan sumber lintasan baik yang datang di dalam hati kita.

Ketahuilah, sebagaimana pada pel­ajaran yang lalu, lintasan kebaikan itu ada­kalanya berasal dari Allah SWT, se­bagaimana Allah berfirman, “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa  itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya." __ QS Asy-Syams (91): 8” Dan adakalanya da­tang dari malaikat, yang disebut de­ngan lummatul malak atau bisikan ma­laikat, sebagaimana dijelaskan dalam hadits pada pelajaran yang lalu.

Untuk mengetahui apakah lintasan itu datangnya dari Allah ataukah dari malaikat, ada beberapa timbangan yang dapat kita gunakan:

Pertama, perhatikanlah, apakah lin­tasan itu termasuk dari perbuatan hati ataukah termasuk perbuatan lahir.

Apa maksudnya?
Ketahuilah, amal-amal yang dapat mendekatkan kita kepada Allah itu ada­kalanya berupa perbuatan lahir dan ada­kalanya perbuatan bathin atau perbuat­an hati.

Lakukanlah shalat dua rakaat, misal­kan. Shalat adalah perbuatan yang ter­amat mulia. Pekerjaan shalat termasuk perbuatan lahir.

Bersedekahlah sepuluh dirham, per­gilah bersilaturahim kepada kerabatmu, misalnya, atau yang lainnya. Maka ke­tahuilah, perbuatan-perbuatan sema­cam ini juga termasuk amal-amal lahir.

Kemudian coba perhatikan, apakah hatimu hadir bersama Allah di saat me­lakukan shalat dua rakaat itu? Adakah ikhlas di dalam hatimu dan tidak ada riya’, ingin dipandang orang lain? Per­hatikan, apakah ada ujub, rasa kagum terhadap diri sendiri, di dalam hatimu di saat shalat?

Apakah engkau tulus di saat mem­berikan sedekah dan tidak mempeduli­kan pandangan orang dan penilaian orang? Apakah engkau menjaga pera­sa­an si fakir di saat memberi atau justru engkau sengaja menunjukkan bahwa engkau adalah si dermawan sedangkan si Fulan yang fakir adalah seorang yang tak berdaya di hadapanmu?

Semua itu adalah makna-makna bathiniah dalam beramal. Jadi, apa yang kita perbuat dan lakukan adalah berupa amal-amal lahir dan amal-amal bathin, amal-amal hati.

Berkaitan dengan hal itu, para ulama menjelaskan, apabila lintasan-lintasan yang datang itu bagian dari amal-amal bathin, itu datangnya langsung dari Allah SWT. Karena sesungguhnya perkara-perkara bathiniah itu berada di luar pengetahuan para malaikat. Mereka tidak dapat mengetahui amaliah-amaliah bathin di dalam hati manusia.

Kedua, perhatikan, apakah lintasan itu datang sebagai penasihat dan lalu pergi menghilang? Ataukah lintasan itu datang sebagai penasihat dan terus-menerus menasihatimu?

Para ulama mengatakan, lintasan baik yang datang sebagai penasihat, yang bila engkau terima menetap di da­lam hatimu dan jika engkau menolaknya pergi dan berlalu, adalah lintasan yang berasal dari malaikat. Karena sesung­guhnya malaikat selalu datang memberi­kan nasihat kepadamu, namun bila eng­kau menolaknya ia akan pergi.

Misalkan engkau bangun pada suatu malam, di pertengahan akhirnya. Eng­kau buka matamu dan menoleh ke arah jam, ternyata menunjukkan pukul 02.00 atau pukul 02.30. Muncul lintasan di da­lam hatimu, “Mengapa aku tidak meng­ambil air wudhu dan shalat dua rakaat. Aku harus mencoba melakukan shalat malam meskipun hanya dua rakaat. Aku ingin dekat dengan Allah.” Muncul lintas­an-lintasan semacam itu di dalam hati­mu. Lalu muncul lagi lintasan yang lain, “Tapi sebentar lagi, ah! Tidur sedikit lagi, paling-paling sepeluh menit, nanti aku langsung bangun dan shalat, insya Allah.”

Setelah engkau pejamkan mata, ter­nyata engkau bangun di saat subuh. Engkau telah kehilangan waktu untuk shalat malam.

Apa yang sesungguhnya terjadi di sini? Malaikat membisikkan kepada hati­mu kebaikan tapi engkau tidak menyam­butnya, maka ia pun berlalu darimu. Ini­lah yang disebut lummatul malak. Lum­matul malak datang sebagai penasihat yang datang memberikan saran kebaik­an dan kemudian pergi, tidak menetap di dalam hati seseorang.

Adapun lintasan yang berasal dari Allah SWT datang dan tertanam kuat di dalam hati, sehingga engkau selalu me­rasa terdorong untuk berbuat kebaikan.

Ketiga, perhatikanlah, apakah lintas­an itu datang secara tiba-tiba, atau da­tang setelah engkau melakukan suatu kebajikan.

Sesungguhnya amal-amal kebajikan yang diterima oleh Allah SWT di antara tanda-tandanya adalah bahwa Allah akan menanamkan ke dalam hatimu ke­terbukaan hati untuk melakukan kebajik­an-kebajikan lainya. Engkau berbuat kebajikan yang lain lagi, maka terbuka lagi keinginanmu untuk melakukan amal kebajikan berikutnya, dan begitulah se­terusnya. Maka dari itu, setiap amal ke­bajikan yang diterima oleh Allah SWT, di antara tanda-tandanya adalah bahwa Allah membukakan baginya pintu karu­nia dengan memudahkan baginya amal-amal kebajikan lainnya lebih banyak lagi.

Lebih jelasnya, bila datang satu lin­tasan kebaikan setelah engkau melaku­kan amal shalih, itu berasal dari Allah, sebagai karunia dan balasan kebaikan dari-Nya.

Menambah Agung Pandangan Bathinmu
Para ulama mengatakan, sesung­guh­nya ma‘rifahmu tentang sumber lin­tasan kebaikan akan menambah agung pandangan bathinmu (syuhud) terhadap karunia Allah di dalam hatimu.

Ketika engkau menyadari bahwa Allah telah mengirimkan kepadamu ma­laikat pilihan, para kekasih Allah SWT, untuk bertutur kata kepadamu dan me­nasihatimu, engkau akan merasakan be­tapa Maha Pemurahnya Allah terhadap­mu. Engkau akan merasakan betapa agungnya perlakuan Ilahiyah semacam itu terhadapmu.

“Aku tidur dalam kelalaian. Aku buka mataku dan aku merasakan malaikat berbicara kepadaku, membisikkan lin­tasan di dalam hatiku, ia mengingatkan hatiku dan berkata kepadaku, ‘Bangun­lah dan shalatlah dua rakaat’.”

Malaikat bertutur kata denganmu. Tapi bagaimana para malaikat bertutur kata denganmu? Bukankah para malai­kat hanya bertutur kata dengan para nabi?

Sesungguhnya wahyu hanya turun kepada para nabi. Syari’at tidak diturun­kan kecuali hanya kepada para nabi. Akan tetapi lummatul malak dan perca­kapan dengan para malaikat, benar Allah anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin dan shalih. Bahkan bila hatimu suci, lebih suci dan semakin suci, engkau akan dapat mendengar dengan telingamu pembicaraan para malaikat.

Dari mana kita dapat mengetahui semua hal itu?
Dari hadits shahih, di antaranya di­riwayatkan bahwa malaikat mengucap­kan salam kepada Imran bin Hashin. Beliau mendapat ujian dari Allah SWT. Buah dari ujian itu adalah kesabarannya, ridhanya, dan mulianya adab-adabnya terhadap Tuhannya dalam menyikapi ujian yang menimpanya itu, para malai­kat pun sampai berucap salam kepada­nya dan beliau pun mendengar salam para malaikat.

Apa faidah dari semua itu?
Apakah salam dari para malaikat akan menambahkan atau mengurangi kedekatanmu dengan Allah?

Secara hakikat, Pemberi manfaat dan mudharat hanyalah Allah, bukan malai­kat, bukan manusia, bukan jin, dan bu­kan pula siapa pun. Akan tetapi, makna di sini adalah bahwa Allah SWT menya­yangimu. Allah mengasihimu.

Dengarlah, wahai murid yang menu­ju Allah, wahai orang-orang yang merin­dukan kedekatan bersama Allah, sese­orang yang sungguh benar kerinduan­nya kepada Allah SWT adalah bila ia sungguh-sungguh merasakan agungnya segala penghormatan yang Allah beri­kan kepada-Nya, sungguh-sungguh me­rasakan betapa berharga dan tak ter­nilainya segala kelembutan Allah terha­dap hamba-hamba-Nya.

Bila itu sungguh-sungguh dirasakan, niscaya akan menambahkan di dalam hatinya pengakuan diri terhadap betapa agungnya segala karunia Allah SWT.
Previous
Next Post »