Bagaimana Nasib Aliran Individualis Kini?

Sambungan dari [bagian 6]. Secara faktual, metodologi yang diterapkan penjajah dalam penulisan dan pemahaman sirah Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam. termasuk hasrat menggebu yang pernah berkobar di dada para penganutnya, terbukti telah mencapai titik nadir. Orang-orang yang dibutakan oleh gemerlap kemajuan Eropa dan mengadopsi cara Barat dalam memandang ajaran Islam sekarang terengah-engah karena kesalahan besar yang mereka ciptakan sendiri

Sesuatu yang wajar jika pertama kali melihat gemerlap cahaya, mata langsung terpesona dan terbutakan dari melihat kebenaran. Alhasil, ia tak lagi mampu membedakan yang benar dan salah. Akan tetapi, seiring berlalunya waktu, ketika mata sudah dapat melihat cahaya gemerlap itu dengan sudut Pandang yang lebihjernih, mulailah kebenaran hakiki terlihat jelas. Tak sedikit pun ada mega yang menghalanginya.

Inilah yang benar-benar terjadi saat ini. Mendung pekat telah lewat disapu angin, tergantikan oleh cara pandang yang jernih. Cara pandang kini dipegang oleh generasi baru Islam yang maju. Mereka selalu berpegang pada inti dari kebenaran setelah para pendahulunya di mabukkan hal-hal yang bersifat luar. Dengan pemikiran bebas dan kejernihan pandangan yang mereka miliki, generasi baru ini telah sampai pada keyakinan bahwa yang disebut sebagai hal-hal adi alami atau ‘mukjizat” sebenarnya tidak akan mungkin disingkirkan dan kebenaran ilmu pengetahuan.

Alasannya, disebut “luar biasa” karena hal itu tidak biasa terjadi di hadapan umat manusa. Sementara itu, kebiasaan sama sekali hdak boleh dijadikan tolok ukur ilmiah untuk menentukan apakah sesuatu itu memang mungkin terjadi atau tidak. Kapan pun dan di rnana pun ilmu pengetahuan tidak akan pernah sampai pada kesimpulan bahwa hanya yang dapat dilihat mata manusialah yang nyata dan mungkin terjadi, sedangkan yang tidak terlihat mata manusia dianggap tidak nyata karena itu tidak mungkin terjadi.

Saat ini, setiap pakar dan peneliti mengetahui bahwa pencapaian terakhir ilmu pengetahuan berkenaan dengan masalah ini menegaskan kalau hubungan sebab dan akibat yang kasat mata sebenarnya tak lain adalah hubungan biasa yang kemudian melahirkan analisis dan justifikasl. Setelah itu, dibuatlah ketetapan hukum yang sejalan dengan hubungan tersebut, bukan sebaliknya.

Jadi, jika sekarang Anda merninta pendapat prinsip hukum ilmiah tentang kejadian adi-alami atau mukjizat Ilahi, ia pasti akan menjawab seperti yang diketahui semua ilmuwan yang menyelami peradaban modern, yaitu bahwa hal-hal adi-alami dan mukjizat Tuhan tidak berada dalam kawasan yang “dikuasai’l oleh hukum ilmiah. Hal ini disebabkan jika mukizat itu ternyata benar-benar terjadi sekarang dan dapat “dilihat mata, yang diperlukan hanya menyikapi dan menjelaskan dengan sebaik-baiknya untuk kemudian menetapkan hukum tersendiri yang sesuai dengan hal adi-alami tersebut

Anggapan para ilmuwan bahwa pengaruh yang ditimbulkan sebab atas akibat itu bersifat pasti, kekal, dan menghapus semua kemungkinan adanya perubahan sekarang telah berlalu. Yang kini didengungkan malah kebenaran yang telah berabad-abad dibela ilmuwan muslim yang dipelopon Imam Al Ghazali, yaitu bahwa hubungan antara sebab dan akibat itu bersifat temporal. Maka dari itu, ilmu pengetahuan tak bisa dianggap lebih dari sekadar bangunan yang didirikan di atas hubungan temporal tersebut. Sementara itu, hakikat di balik hubungan tersebut tetap berada di tangan Allah Yang Maha agung yang telah menciptakan segala sesuatu dan memberinya petunjuk

Lihatlah betapa ilmuwan empiris sekaliber David Hume telah menjelaskan semua kebenaran ini dengan sangat cermat.

Tidaklah keliru jika orang-orang yang menghormati akal dan realitas mengajukan satu syarat untuk diterimanya sebuah berita, baik yang mengandung informasi adi-alarni maupun yang biasa-biasa saga. Syarat dimaksud adalah berita itu harus sampai kepadanya melalui jalur ilmiah yang bersih dan didirikan di atasprinsip periwayatan, sanad, dan kaidah jarh wa ta’dil. Jika itu dipenuhi kebenaran
berita tersebut patut diyakini. Akan tetapi, ruang int tidak cukup luas untuk merinci lebih jauh mengenai masalah ini.

Oleh karena itu, semua ilmuwan pasti akan terkejut ketika membaca kembali pernyataan Husen Haikal dalam mukadimah Hoyat Muhammad yang ditulisnya Dalam buku tersebut, ia mengatakan, “Saya tidak akan menggunakan apa yang tertulis di dalam kitab k tab sirah dan hadits karena saya lebih memilih untuk melakukan penelitian int berdasarkan metode ilmiah_ “

Artinya, pembahasan Husen Haikal dalam buku itu tidak akan merujuk pada hadits Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sekalipun yang terdapat dalam kitab Shohih Al -Bukhori dan Shohlh Muslim, demi menghormati ilmu pengetahuan, Dengan kata lain, metodologi supercanggih dan unik yang diterapkan Imam Al-Bukhori dan Imam Muslim dalam penwayatan hads dinilai Husen Haikal sebagai penyimpangan’ dari ilmu pengetahuan. Sementara itu, teknik ‘meraba raba dalam gelap’ yang kemudian diberi nama “metode pandangan subjektif justru dianggap sebagai penghormatan terhadap ilmu pengetahuan.

Bukankah itu bencana besar bagi ilmu pengetahuan?

[Fiqih Sirah Bagian 7]

Fiqih Sirah Karya As-Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi

Previous
Next Post »