Nabi Muhammad SAW Menjadi Rahmat Bagi Orang Mukmin dan Orang Kafir

Langit ikut turun tangan untuk menjatuhkan hukuman atas orang-orang kafir, hingga datangnya Karasulan Muhamad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam yang dapat menghentikan hukuman dari langit itu bagi orang-orang kafir di dunia ini.

Hal itu disebabkan dua faktor:

Pertama, karena Nabi Muhamad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam diutus membawa rahmat kasih sayang bagi umat manusia di dunia ini mencakup orang mukmin dan orang kafir. Rahmat yang merupakan anugerah bagi setiap orang yang mempunyai hak pilih di dunia itu membuka kesempatan bagi semua orang untuk bertobat sampai detik-detik penghabisan dalam hidupnya.

Allah SWT Maha Menerima tobat dari seluruh hamba-Nya, selagi kehidupan mereka masih ada di bumi, hingga terbitnya matahari dari tempat terbenamnya sebagai tanda datangnya kiamat, atau hingga menjelang sakaratul-maut. Itu adalah suatu rahmat yang dianugerahkan kepada setiap manusia dari penghulu umat manusia junjungan kita Nabi Muhamad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam.

Kedua, karena Allah SWT hendak memberikan kepercayaan kepada umat Nabi Muhamad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam untuk mengemban tugas menyampaikan misi dan memberikan pelajaran kepada orang-orang kafir, sesuai dengan firman Allah SWT:

 كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون بالله

{Kamu adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk seluruh manusia, kamu mengajak ke arah kebaikan dan mecegah dari kemungkaran, dan kamu beriman kepada Allah). Qs Ali Imran : 110

Jika kita berbicara tentang keburukan dan kesengsaraan yang ada di alam raya ini, maka ada baiknya kita berbicara tentang dunia modern saat ini, sebab keburukan dan kesengsaraan di dunia saat ini telah melampaui segala zaman. Maka, apa penyebab yang tersembunyi di balik kesengsaraan itu?

Sebab-sebab timbulnya kesengsaraan itu hanya terbatas pada perbuatan manusia sendiri. Manusia telah meninggalkan aturan dan ketentuan hukum Allah, mereka mulai membuat aturan-aturan sendiri dengan istilah “Undang-undang hukum positif yang merupakan hukum perundang-undangan yang mendominasi negara-negara di dunia saat ini sebagai pengganti dari aturan dan ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT untuk mengatur alam raya. Itulah sebab yang tersembunyi di balik kesengsaraan yang mendera seluruh dunia, kendatipun di bidang materiil dan sains mengalami kemajuan yang luar biasa.

Kita harus sadari bahwa akal pikiran manusia sangat terbatas betapapun tingginya kecerdasan dan ilmu yang dimilikinya. Memang akal pikiran manusia tahu tentang beberapa hal, namun demikian ia tetap tidak dapat menjangkau banyak hal. la tidak sanggup menampung seluruh persoalan, oleh karenanya kita dapati setiap undang-undang hukum positif baru saja berjalan beberapa tahun tiba-tiba perlu direvisi, disebabkan banyaknya kekosongan dan ketimpangan yang bermunculan satu persatu. Hal itu sebagai bukti nyata bahwa akal pikiran manusia adalah pendek dan terbatas, tidak layak untuk membuat undang-undang bagi kehidupan manusia.

Belum ada seorangpun yang sadar akan keka­cauan hukum perundang-undangan di dunia ini serta kekosongan yang masih mewarnainya, untuk selanjutnya bertanya kepada dirinya, mengapa kita tidak menerapkan hukum Allah, Tuhan Yang Maha mengetahui segala sesuatu? Yang menciptakan manusia dan mengetahui apa saja yang dapat memperbaiki keadaannya. Pencipta sesuatu adalah orang yang paling layak menetapkan undang-undang perawatannya. Kita dalam kehidupan sehari-hari jika ingin memperbaiki suatu mesin misalnya, maka kita bisa pergi ke pembuatnya langsung, atau pergi melihat katalognya yang di dalamnya oleh pembuatnya dije­laskan aturan tentang cara-cara perawatannya, atau pergi ke teknisi yang telah dilatih dan dibekali oleh pembuatnya dengan petunjuk-petunjuk tentang ca­ra-cara mereparasinya.

Kita enggan mengikuti dan menerapkan sis­tem hukum Allah sama seperti halnya ketika kita menerapkan prinsip yang kita jalankan dalam kehidupan duniawi, yakni dengan mengembalikan produk kepada pembuatnya dengan mengambil dan padanya undang-undang perawatannya yang telah ia tetapkannya dan ia Intruksikan kepada kita untuk kita jalani. Inilah sebab pertama yang membuat kita terperangkap dalam keburukan dan kesengsaraan di dunia ini.

Sebagian negara di dunia yang mengalami ke­gagalan dalam pembuatan undang-undang yang mengatur urusannya sendiri kini mulai meninjau kembali hukum perundang-undangan yang telah dibuat. Para penyelenggara negara-negara itu sebelumnya merevisi hukum Allah dan menghapuskan hukuman mati, kemudian mereka berteriak akibat melonjaknya angka kriminalitas pembunuhan di tengah-tengah masyarakat, maka tidak ada jalan lain di benak mereka kecuali rujuk kembali kepada sistem hukum Tuhan yang memutuskan hukuman mati bagi si pembunuh.

Selanjutnya mengenai perceraian, Allah SWT membolehkan perceraian (talak) dalam firman-Nya:

الطلاق مرتان فإمساك بمعروف أو تسريح بإحسان

  [Talak (yang dapat dirujuki) ada dua kali. Setelah itu boleh rujuk kembali dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik). Qs Al-Baqarah: 229

Itulah ketetapan Tuhan. Tetapi lalu gereja Katolik menghapuskan perceraian (talak) dengan mengatakan bahwa perkawinan haruslah bersifat kekal tanpa ada perceraian. Itulah ketetapan hukum duniawi. Apakah lantaran itu urusan mereka menjadi stabil? Sama sekali tidak. Muncullah berbagai kesulitan, kemalangan, kesengsaraan rumah tangga dan lain-lain, sehingga akhirnya gereja terpaksa membolehkan talak cerai. Kembalilah mereka kepada aturan hukum Tuhan itu bukan disebabkan keimanan mereka terhadap Islam, tetapi hal itu mereka lakukan karena kondisi yang memaksa, sebab kehidupan mereka tidak mungkin bisa stabil tanpa itu.

Ada beberapa problem yang timbul antara suami dan istri di mana talak merupakan cara paling aman dan pilihan paling tepat dari pada melanjutkan kehidupan rumah tangga. Maka, dengan diumumkannya pembolehan talak oleh gereja Katolik, dengan serta merta di Roma terjadi gugatan talak sebanynk 20.000 kasus hanya dalam waktu sehari.

Mengenai penyusuan, Allah SWT menetapkan ketentuannya dalam firman-Nya:

والولدات يرضعن أولادهن حولين كاملين لمن أرد أن يتم الرضاعة

(Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin penyusuan). Qs Al-Baqarah: 233

Kemudian   muncul  di  dunia   barat, orang yang mengklaim bahwa penyusuan buatan lebih baik dan lebih efektif bagi bayi. Maka dibukalah lerusahaan-perusahaan   susu   untuk anak-anak untuk memproklamirkan secara palsu bahwa hasil produknya telah memenuhi berbagai vitamin dan zat-zat penguat bagi bayi yang tidak terdapat pada Air Susu Ibu (ASI). Kemudian bermunculan sesudah itu anak-anak yang tidak menyusu dari Air Susu Ibunya selama dua tahun sempurna, tumbuh dalam kondisi terjangkit penyakit jiwa dan saraf yang mematikan. Muncul pula anak-anak yang kehilangan rasa kasih sayang ibu maupun rasa menginduk kepada keluarga sebagai anak-anak nakal kepada orang tuanya. Sebagaimana tumbuh di sana sini berbagai penyakit psikis yang menyebabkan hilangnya generasi secara keselur uhan, setelah tercampak dalam kubangan narkoba dan lain-lain. muncullah keluahan di mana-mana akibat kenakalan anak-anak kepada orang tuanya.

Mereka yang menuntut dikesampingkannya penyusuan alami kemarin, secara tiba-tiba mereka pula yang menuntut kembali kepada penyusuan secara alami hari ini. Maka melalui berbagai seminar yang diselenggarakan untuk membahas manfaat penyusuan secara alami, mereka menyerukan keha­rusan penyusuan alami dalam rangka melindungi bayi agar dapat tumbuh dalam kondisi sehat kejiwaan.

Sungguh mengherankan, kita yang hidup di dunia Islam lagi-lagi mengekor kepada barat untuk ikut kembali kepada penyusuan secara alami selama dua tahun sempurna tanpa menyadari atau teringat sendiri bahwa hal itu merupakan perintah Tuhan dalam Al-Quran yang membekali kita aturan yang aman untuk mendidik anak-anak. Tetapi kita yang seharusnya menerapkan aturan itu, justru mengekor kepada barat dalam berorientasi pada penyusuan dari selain Air Susu ibu, sehingga kita kehilangan generasi yang akibatnya kita mengeluh. Kita tidak sadari bahwa pelanggaran terhadap aturan dan ketentuan Tuhan merupakan faktor hilangnya generasi kita itu.

Marilah kita lanjutkan dengan mengemukakan puluhan contoh tentang keburukan dan kemalangan yang mendera kehidupan manusia akibat menyalahi aturan hukum Tuhan. Mereka beranggapan bahwa hukuman potong tangan pencuri merupakan ke­biadaban. Mereka lupa bahwa hukuman dalam Islam dimaksudkan untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan dan memberikan efek jera bagi pelaku tindak kejahatan. Kalau seseorang yang hendak mencuri tahu bahwa tangannya akan dipotong, niscaya ia tidak akan berani melakukan pencurian. Karena tidak diterapkannya ketentuan Tuhan ter­sebut, maka tindak kejahatan dan komplotan pencurian merajalela di dunia yang mengancam ketenangan masyarakat dengan tindakan kekerasan yang mencederai ratusan manusia setiap hari, bahkan menewaskan jiwa yang tidak sedikit.

Seandainya kita menjalankan aturan hukum Tu­han dengan menerapkan hukuman potong tangan bagi pencuri, niscaya akan berkurang angka kejahatan pencurian di dunia ini atau bahkan tidak ada sama sekali, tetapi dengan menjalankan hukum buatan manusia, justru membuat umat manusia semakin sengsara dan menambah keterpurukan dunia tanpa dapat mencapai sesuatu.

Kesengsaraan itu akan terus berlangsung mana­kala masih terjadi pelanggaran terhadap sistem hukum Tuhan. Allah SWT dengan ilmu-Nya yang tidak berkesudahan, bagi-Nya tidak ada sesuatu yang tidak jelas, karena Dia-lah Pencipta jiwa manusia. Dia­lah pula sebaik-baik pembuat hukum perundang-undangan untuk mengatur dan memperbaiki hal ihwal manusia serta mengarahkan kehidupannya menjadi lurus.

Dunia seluruhnya berputar dan berotasi, penuh dengan keburukan dan kesengsaraan, lalu tidak menemukan jalan keluar untuk menyelesaikan ber­bagai persoalannya kecuali dengan rujuk kembali kepada ketentuan hukum Allah, baik didorong oleh semangat keimanan ataupun karena keterpaksaan.

Di penghujung Bab ini, kami ingin memaparkan dua point penting;

Pertama : Banyakorangyangmembicarakantentang ketidakadilan dalam pembagian kekayaan bumi, artinya ada sebagian bangsa yang berkecukupan dalam kepemilikan kekayaan dan bahkan berlebihan di satu sisi, sementera di sisi lain terdapat bangsa yang tidak mendapatkan kekayaan untuk mencukupi kebutuhannya.

Kedua: Manusia menilai suatu kebaikan hanya dari segi harta kekayaan saja. Jadi, siapa yang dikaruniai Allah rezeki, ia berkeyakinan bahwa hal itu merupakan suatu tanda keridhaan dari-Nya, dan orang yang tidak memperoleh rezeki, ia menganggap hal itu sebagai tanda murka Allah kepadanya.

Demikian itu adalah paradigma yang keliru. Sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan di alam raya ini segala yang mencukupi kebutuhan seluruh mahluk-Nya sampai hari kiamat. Dia menguji manusia melalui harta kekayaan. Karena itu, harta bisa menjadi bencana, bisa membuat Allah tidak ridha dan bisa menjadi penyebab kekalnya seseorang dalam kekafiran (Semoga Allah melindungi kita dari kekafiran).

Allah memberi seseorang harta kekayaan, bisa jadi agar supaya orang itu merasa tidak mem­butuhkannya, atau agar supaya ia tidak lagi mengangkat tangannya ke langit seraya memanggil “Ya Tuhanku”, atau agar supaya ia keluar dari dunia ini dalam keadaan tidak membawa kebaikan sedikitpun yang akan menolong dirinya di akhirat kelak.

Al Khoir wa Syar karya As-Syeikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Previous
Next Post »