Sesungguhnya barang siapa makanannya halal, anggota tubuhnya taat, meskipun dirinya enggan untuk berbuat taat. Dan barang siapa makanannya haram, anggota tubuhnya maksiat, meskipun ia enggan untuk melakukan maksiat.
Kita telah membicarakan ihwal menjaga hati. Hati merupakan tempat pandangan Tuhan dan landasan dalam perjalanan menuju Allah SWT. Pada pelajaran sebelumnya kita juga telah berbicara tentang menjaga hati dari segala sesuatu yang dapat masuk ke dalam hati dan dapat mengotori serta mencemarinya. Setelah berupaya menjaganya, selanjutnya kita berusaha membersihkannya, agar hati kita siap untuk menerima limpahan nur Allah SWT.
Pada kesempatan yang lalu kita sudah bertekad untuk memelihara pandangan mata kita. Karena semua indra kita, yakni pendengaran, penglihatan, dan ucapan, merupakan jendela-jendela hati yang terbuka. Hati kita tidak akan mungkin dapat dibersihkan kecuali bila jendela-jendela itu dijaga dan dipelihara dengan baik sebagaimana mestinya.
Selain itu, kita pun akan membicarakan perihal jendela-jendela lain bagi hati. Yakni sisi maknawi yang dapat mempengaruhi hati. Namun sebelum itu, pada pelajaran kali ini kita akan melanjutkan terlebih dahulu pembahasan tentang jendela lahir hati yang lainnya, yaitu pendengaran dan ucapan, yakni telinga dan mulut.
Telinga dan mulut saling bersekutu. Keduanya saling berkaitan dengan apa yang engkau katakan dan apa yang engkau dengar. Apa yang haram engkau katakan, haram pula engkau dengarkan. Haram engkau bertutur dusta dan haram pula engkau mendengarkan kedustaan. Jangan engkau terima kedustaan.
Ghibah, Dusta, dan Namimah
Tahukah apa itu ghibah? Ghibah adalah menyebut sesuatu yang tidak disukai tentang orang yang dibicarakan itu meskipun itu benar.
Adapun dusta, itu lebih berat daripada ghibah.
Bila engkau melakukan ghibah, seolah-olah engkau memakan daging saudaramu yang sudah mati, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an. Tentu tidak seorang pun orang-orang yang beriman mau melakukan ini.
Jadi, katakanlah, “Aku tidak akan mendengarkan ghibah.”
Setiap orang yang mendengarkan ghibah, ia menjadi sekutu bagi orang yang berghibah. Ia menjadi bagian dari ghibah tersebut, dan sebab itu dapat menyebabkan hati menjadi gelap.
Pengaruh kegelapan ghibah terhadap hati di antaranya ia akan melahirkan kebencian, memandang rendah orang lain, dan berburuk sangka terhadap orang lain.
Apa itu namimah? Namimah adalah menyampaikan berita dengan tujuan untuk menebar fitnah, menimbulkan permusuhan antara orang yang mendengarkan itu dan orang yang disebutkan.
Namimah tidak patut kita terima. Kita tidak patut menerima namimah dari orang yang menyampaikannya dan kita pun tidak patut untuk menyebarkannya.
Karenanya, kita jaga hati kita dari kegelapan namimah. Mengapa? Sebab kegelapan namimah melahirkan dengki dan kebencian, yang akan mengotori hati.
Hatimu sungguh agung dan bernilai tinggi di sisi Allah SWT. Allah tidak ridha bila hatimu menjadi tempat sampah, tempat manusia melemparkan kotoran-kotoran percakapan mereka, atau dunia memenuhinya dengan kotoran-kotoran manusia. Jagalah telingamu dari mendengar perkataan dusta, ghibah, dan namimah.
Hanya yang Halal
Wahai murid yang merindukan perjalanan menuju Allah, janganlah engkau relakan dirimu untuk mengambil sesuap makanan haram ke dalam lambungmu. Sungguh padanya itu ada pengaruh langsung antara apa yang engkau makan dan keadaan hatimu.
Sesungguhnya barang siapa makanannya halal, anggota tubuhnya taat, meskipun dirinya enggan untuk berbuat taat. Dan barang siapa makanannya haram, anggota tubuhnya maksiat, meskipun ia enggan untuk melakukan maksiat.
Pada saat seorang murid yang salik menuju Allah SWT mau menyantap sesuatu yang haram, memakan riba, pastilah ia pun mau memakan risywah (sogokan), padahal Allah melaknat orang yang berbuat suap dan melaknat pula orang menerima disuap, memakan harta hasil tipuan atau curian, dan memakan harta yang diambil dengan jalan yang zhalim.
Engkau tahu, misalnya, engkau tidak berhak mendapatkan promosi kenaikan pangkat, yang berhak untuk menerimanya adalah rekanmu. Namun engkau menyalahi prosedur yang sewajarnya agar promosi itu jatuh kepadamu dan selanjutnya engkau mendapatkannya. Ketahuilah, harta yang engkau dapatkan dari kenaikan jabatan semacam ini adalah haram dan harta yang haram akan menyebabkan gelapnya hati. Janganlah engkau makan kecuali dari harta yang halal. Karena, seperti apa yang engkau makan, akan seperti itu pulalah yang akan engkau perbuat.
Seorang yang salik menuju Allah akan senantiasa menjaga sifat wara‘, yakni sifat hati-hati dalam segala hal yang dilandasi rasa takut kepada Allah SWT, dalam setiap suapan yang dimakannya. Ia hanya mencari makanan yang halal untuk dimasukkan ke dalam lambungnya.
Apa yang membuat seseorang bersedia makan sesuatu yang haram, mengenakan pakaian yang haram, berteduh di dalam rumah yang dibangun dari harta yang haram, atau menaiki kendaraan yang dibeli dari hasil yang haram? Sebabnya adalah karena hatinya dikuasai sifat tamak.
Jangan pernah membiarkan sesuatu yang haram masuk ke dalam lambungmu, lambung istrimu, dan lambung anak-anakmu.
Mintalah Fatwa kepada Hatimu
Ada ungkapan yang mengatakan, “Mintalah fatwa kepada hatimu meskipun manusia memberimu fatwa untukmu.”
Terkadang seseorang memahami makna sebaliknya dari ungkapan ini.
Dia bertanya kepada seorang mufti lalu dijawab, “Ini haram, engkau tidak boleh mengambilnya.”
Lalu dia bertanya dalam dirinya, “Bagaimana perasaan hatiku dengan fatwa ini?
Oh, fulan yang lain, yang lebih kaya, yang tentunya lebih banyak memberi manfaat dari fulan pertama, yang memberi fatwa haram, dengan meyakinkan berfatwa, ‘Boleh.’
Ternyata hati ini merasa tenang terhadap fatwa fulan yang kedua ini.”
Bukan. Bukan seperti itu makna ungkapan, “Mintalah fatwa kepada hatimu meskipun manusia memberi fatwa untukmu.”
Tahukah engkau bagaimana menempatkan ungkapan ini? Menempatkannya adalah dengan sifat wara‘. Yakni, meskipun ada seseorang yang telah menfatwakan halal, mintalah fatwa kepada hatimu setelah itu. Jika engkau mendapatkan rasa berat dan takut dalam hatimu untuk melakukannya karena khawatir perkara itu bercampur dengan yang haram atau yang syubhat, di sinilah engkau mengikuti kata hati. Mengikuti hati untuk menolak melakukannya, dan bukan justru untuk tampil memenuhi keinginan hawa nafsu.
Maka, untuk dapat menjaga hatimu, engkau sangat perlu memelihara jendela yang satu ini. Yakni jendela tempat masuknya suapan makanan untuk tubuh kita.
Bersungguh-sungguh Mencari Rizqi
Terdapat banyak hadits dan khabar yang menganjurkan kita untuk bersungguh-sungguh mencari rizqi, yang halal tentunya.
Rasulullah SAW mengkhabarkan, barang siapa tidur di malam hari dalam keadaan letih karena berusaha (di siang hari), ia tidur dalam keadaan dihapuskan dosanya. Dikhabarkan juga, hamba yang keluar untuk mencari rizqi yang halal, ia akan diberi pahala pada setiap keringat yang menetes dari tubuhnya.
Nabi SAW juga mengkhabarkan, “Barang siapa keluar untuk mencari rizqi yang halal, ia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang berjihad di jalan Allah.” Juga dikhabarkan, “Seorang hamba yang keluar mencari rizqi yang halal dan meninggalkan yang haram, derajatnya akan meningkat kepada derajat para siddiqin.” Dalam satu atsar disebutkan, “Meninggalkan satu dirham yang syubhat lebih dicintai di sisi Allah SWT dibanding menginfakkan seratus ribu dirham di jalan Allah.”
Menginfakkan Harta
Jika kita menginfakkan harta, harta yang kita infakkan itu pun harus harta yang diperoleh dengan jalan yang halal. Memberikan ratusan ribu dirham kepada orang-orang fakir, namun uang itu diperoleh dengan jalan yang tidak diridhai Allah, jangan engkau lakukan itu. Jangan engkau berikan uang itu kepada orang-orang miskin dan orang-orang fakir. Jangan mengambil harta yang haram untuk engkau berikan kepada para fakir miskin. Sesungguhnya mereka memiliki Tuhan, Yang Maha Pemberi Rizqi.
Allah memberimu rizqi untuk berbagi kepada para fakir miskin agar engkau menjadi hamba yang memiliki derajat yang tinggi bukan karena Allah lemah dari memberi mereka rizqi. Mahasuci Allah dari semua itu. Allah memerintahkanmu untuk berbagi dengan orang-orang yang fakir agar naik derajatmu di sisi-Nya. Dan tidaklah mungkin hal itu dapat dicapai dengan sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT. Karena itulah, peliharalah cermin hatimu. Peliharalah jendela-jendela itu untuk hatimu.