Penghalang dan Pembantu Tahajjud

Pada kajian yang lalu, pengarang telah menjelaskan betapa pentingnya kedudukan shalat Tahajjud dalam ajaran Islam. Meskipun bukan iba­dah yang wajib, ia sangat ditekankan, sehingga secara khusus disebutkan dalam Al-Quran.

Masih melanjutkan pembahasannya tentang Tahajjud, dalam bahasan kali ini pengarang memaparkan perkara-per­kara yang dapat membuat orang men­jadi mudah untuk melakukan Tahajjud dan perkara-perkara yang membuat orang menjadi berat melakukannya. Marilah kita perhatikan penjelasan pengarang dan keterangan lebih ter­perinci dari pensyarah tentang masalah ini.

Pengarang mengatakan:
Shalat Tahajjud dapat tertinggal ka­rena banyak perhatianmu dan kesibukanmu dengan dunia, da­lam keadaan lalai. Juga memperbincangkan dunia, ke­mudian senda gurau dan bicara tak karuan. Begitu pun karena membuat lelah anggota tubuh dan banyak makan. Dan yang membantu Tahajjud ada­lah memperbaharui wudhu dan dzikirmu sebelum matahari terbenam, mem­baca tasbih dengan menghadap kiblat. Juga beribadah antara waktu isya dan maghrib. Dan tidak berbicara setelah itu, se­raya mengabaikan urusan dunia

Penjelasan Pengarang
Maksud perkataan pengarang ada­lah demikian: Penyebab-penyebab lu­put­nya shalat Tahajjud ada empat per­kara. Yakni, pertama, keingingan dunia­wi di­sertai kelalaian terhadap akhirat. Kedua, pembicaraan yang tidak ada guna­nya, per­cakapan yang bathil, dan suara yang cam­pur aduk (hiruk pikuk dan semacam­nya). Ketiga, mele­lahkan anggota tubuh dengan berbagai pekerjaan di siang hari. Keempat, ba­nyak makan.

Kemudian penyebab-penyebab yang memudahkan orang untuk melakukan Tahajjud juga ada empat: Pertama, memperbaharui wudhu. Kedua, berdzikir sebelum matahari terbenam, termasuk tasbih. Ketiga, beribadah di antara waktu maghrib dan isya. Keempat, tidak ber­bicara di waktu tersebut.

Imam Al-Ghazali berkata, “Ketahui­lah, sesungguhnya mendirikan shalat malam itu sulit bagi manusia, kecuali bagi orang yang mendapat taufik untuk men­dirikannya dengan syarat-syaratnya yang memudahkan baginya secara lahir dan bathin.

Adapun hal-hal yang memudahkan secara lahiriah ada empat perkara: Per­tama, tidak banyak makan, karena ma­kan akan menyebabkan banyak minum, sehingga akan banyak tidur. Kedua, tidak melelahkan dirinya di siang hari dengan pekerjaan-pekerjaan yang dapat meletih­kan anggota-anggota tubuh dan urat-urat syaraf, karena itu pun dapat menye­bab­kan tidur. Ketiga, tidak meninggalkan tidur qailulah (tidur sejenak sebelum zhuhur), karena itu termasuk perbuatan sunnah yang dapat membantu bangun di waktu malam. Keempat, tidak melakukan dosa-dosa, karena dapat mengeraskan hati dan menjadi penghalang dirinya menda­patkan rahmat.

Adapun hal yang memudahkan se­cara bathin ada empat perkara: Pertama, hati bebas dari rasa dengki kepada se­sama muslim, dari perbuatan-perbuatan bid‘ah, dan dari keinginan dunia yang melebihi kebutuhan. Maka orang yang asyik menenggelamkan diri dalam ke­inginan memikirkan hal duniawi tidak akan mudah melakukan shalat malam. Seandainya pun ia lakukan, ia tidak me­mikirkan shalatnya itu, melainkan hanya me­mikirkan keinginan-keinginan dunia­nya. Pikirannya hanya seputar kekhawa­tiran-kekhawatiran tentang dunia.

Kedua, rasa takut yang kuat kepada Allah dan sedikit angan-angan. Apabila ia memikirkan keadaan-keadaan akhirat dan lembah-lembah neraka Jahanam, niscaya akan hilang keinginan tidurnya dan akan meningkat kewaspadaannya.

Ketiga, mengetahui keutamaan sha­lat malam dengan mendengarkan ayat-ayat, hadits-hadits, dan atsar-atsar (perkataan-perkataan sahabat) sehing­ga mantap harapan dan kerinduannya untuk meraih ganjaran. Dengan demiki­an akan menguat kerinduannya untuk mencari tambahan ganjaran dan akan menguat pula keinginannya kepada derajat-derajat surga.

Keempat, cinta kepada Allah dan keyakinan yang kuat bahwa tidak satu huruf pun yang ia ucapkan dalam shalat malamnya melainkan merupakan mu­najat kepada Tuhannya, dan Dia mem­perhatikan kepadanya serta menyaksi­kan apa yang tersirat di hatinya, dan bah­wasanya siratan-siratan hatinya itu berasal dari Allah Ta‘ala.

Apabila ia mencintai Allah Ta‘ala, ia akan suka menyepi dengan-Nya tanpa ragu-ragu dan merasa lezat bermunajat kepada-Nya. Maka kelezatan munajat kepada Sang Kekasih akan membuat­nya berlama-lama melakukan shalat malam.”

Diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa­sanya beliau bersabda, ”Barang siapa hendak tidur dan ingin terbangun di waktu tertentu, hendaknya ia tidur dalam kondisi berwudhu, dan ketika hendak tidur membaca ayat yang artinya, ”Kata­kanlah, ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku… — hingga akhir surah.’.” (QS Al-Kahfi: 110). Lalu mengusap dadanya dengan tangan kirinya dan mengucapkan Allahumma nabihni fi waqti kadza atau fi sa`ati kadza (Ya Allah, bangunkan aku di waktu ini atau jam sekian). Maka ia akan terba­ngun di waktu tersebut dengan pasti.”

Imam An-Nawawi dalam kitab At-Tibyan berkata, “Apabila seseorang ter­bangun dari tidur di waktu malam di­sunnahkan membaca ayat-ayat terakhir surah Ali `Imran, yang artinya, ’Sesung­guhnya dalam penciptaan langit dan bumi… (hingga akhir surah tersebut)’, karena disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim bahwa Rasulullah SAW selalu membaca ayat-ayat terakhir surah Ali Imran apabila be­liau terbangun dari tidur.”

Kitab Hidayah Al-Adzkiya’ - Karya Syaikh Zainuddin Al-Malibari
Diasuh oleh K.H. Saifuddin Amsir
Previous
Next Post »