Kini aku menjadi seperti sumbu pelita yang dipasang, Ia berikan penerangan kepada manusia sedangkan ia sendiri terbakar
Pada beberapa kajian yang lalu kita telah mengikuti penjelasan pengarang tentang adab-adab yang mesti diperhatikan dan dijaga oleh para penuntut ilmu (lihat.. Adab Penuntut Ilmu). Kini kita akan memperhatikan uraian pengarang selanjutnya tentang tugas-tugas seorang pengajar. Ini pun penting kita perhatikan, karena baik penuntut ilmu maupun pengajarnya sama-sama berperan penting dalam keberhasilan proses belajar- mengajar. Sebagaimana penuntut ilmu harus menjaga adab-adab, pengajar pun harus memperhatikan tugas-tugasnya. Mari kita ikuti penjelasan pengarang tentang masalah ini.
Pengarang mengatakan:
Dan keadaan terbaik seorang pengajar adalah sebagaimana yang dikatakan orang, “Orang yang berilmu, mengamalkan ilmunya, dan mengajar, itulah yang disebut orang besar di kalangan malaikat di langit yang tinggi.” Dan tidak sepatutnya ia bersikap seperti jarum yang memberikan pakaian kepada yang lain sedangkan dia sendiri telanjang atau seperti sumbu pelita yang memberikan penerangan kepada yang lain sedangkan dia sendiri terbakar, sebagaimana yang dikatakan (dalam syair):
Kini aku menjadi seperti sumbu pelita yang dipasang
Ia berikan penerangan kepada manusia sedangkan ia sendiri terbakar
Penjelasan Pengasuh
Orang yang berilmu, mengamalkan ilmunya, dan mengajar adalah seperti matahari yang menyinari yang lain dan ia sendiri bersinar, dan seperti minyak misik yang membuat wangi yang lainnya dan ia sendiri juga wangi.
Kemudian pengarang mengatakan:
Barang siapa memikul tanggung jawab mengajar, berarti ia memikul urusan yang sangat penting, maka hendaklah ia memelihara adab-adabnya dan tugas-tugasnya sebagai berikut:
Tugas pertama, menyayangi orang yang belajar kepadanya dan memperlakukannya sebagai anak, berdasarkan sabda Nabi SAW, “Hanyasanya kedudukanku terhadap kalian seperti seorang ayah terhadap anaknya.”
Bahkan, pengajar adalah ayah yang sesungguhnya, karena seorang ayah adalah penyebab kehidupan yang fana, sedangkan seorang pengajar adalah penyebab kehidupan yang abadi. Karena itulah, hak pengajar lebih didahulukan daripada hak kedua orangtua. Adapun kegiatan mengajar dengan tujuan memperoleh keduniaan, itu merupakan kebinasaan yang parah.
Penjelasan Pengasuh
Seorang pengajar, yakni pengajar ilmu-ilmu agama, bermaksud menyelamatkan para muridnya dari api akhirat (neraka), dan itu lebih penting daripada yang dilakukan orangtua yang ingin menyelamatkan anaknya dari api dunia, yakni segala hal yang membahayakan, menyakitkan, atau menyusahkan dalam kehidupan dunia. Karena itu, hak pengajar lebih penting daripada hak kedua orangtua, karena orangtua adalah sebab keberadaan sekarang dan kehidupan yang fana, sedangkan pengajar adalah sebab kebahagiaan kehidupan yang kekal.
Kalau tak ada pengajar, niscaya apa yang didapat dari orangtua, misalnya harta, akan membawa kepada kebinasaan. Sesungguhnya pengajarlah yang memberikan manfaat untuk kehidupan akhirat yang kekal. Yang dimaksud adalah pengajar ilmu-ilmu akhirat atau ilmu-ilmu dunia dengan tujuan akhirat, bukan untuk tujuan dunia.
Pengarang kemudian mengatakan:
Apabila demikian, hendaklah murid-murid dari seorang guru yang sama bersikap saling mengasihi, karena sesungguhnya ulama dan para murid yang menuntut akhirat itu sedang mengadakan perjalanan menuju Allah SWT dan menempuh jalan kepada-Nya, sedang dunia dan tahun-tahun serta bulan-bulannya merupakan manzilah-manzilah (kedudukan-kedudukan) bagi jalan ini. Menjalin persahabatan di antara sesama musafir dari suatu negeri ke negeri lain menuntut adanya saling mencintai dan menyayangi. Maka bagaimana dengan perjalanan menuju Allah SWT dan surga Firdaus yang tertinggi, yang tak ada keraguan terhadapnya.
Penjelasan Pengasuh
Murid-murid dari guru yang sama akan saling mencintai dan mengasihi kalau yang menjadi tujuan mereka adalah akhirat. Tetapi jika yang menjadi tujuan mereka adalah dunia, mereka akan saling dengki dan saling benci.
Maka kemudian pengarang mengingatkan:
Karena itu, hendaknya para murid itu jauh dari persaingan, karena Allah SWT berfirman yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” (QS Al-Hujurat: 10).
Tugas kedua, mengikuti jejak Rasulullah SAW. Karena itu, janganlah engkau meminta upah atas pengajaran yang engkau berikan. Allah SWT telah berfirman yang artinya, “Kami tidak mengharap balasan dan ucapan terima kasih dari kalian.” (QS Al-Insan: 9).
Dan sekalipun ia telah memberikan kebaikan (jasa) terhadap mereka, mereka pun mempunyai kebaikan pula kepadanya, karena keberadaan mereka menjadi penyebab taqarrubnya ia kepada Allah SWT dengan menanamkan ilmu dan iman ke dalam hati mereka.
Penjelasan Pengasuh
Seorang pengajar tak boleh meminta upah atau bertujuan mendapatkan balasan atau ucapan terima kasih, melainkan harus karena Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Tetapi jika ada yang memberi, tak mengapa ia menerimanya, asalkan tidak meminta dan tidak pula mengharapkannya. Ia juga tak boleh memandang dirinya telah memberikan kebaikan terhadap para muridnya sekalipun ia memang harus memberikannya kepada mereka. Bahkan ia harus memandang, merekalah (para muridnya) yang memiliki kelebihan, karena mereka telah mendidik hati mereka agar mendekatkan diri kepada Allah dengan ilmu yang telah ditanamkan di dalam hati mereka.
Lalu pengarang melanjutkan penjelasannya:
Tugas ketiga, janganlah ia menyimpan suatu nasihat untuk keesokan harinya, seperti melarang muridnya menuju suatu tingkatan yang belum patut ia masuki dan melarang menyelami ilmu yang samar sebelum menguasai ilmu yang terang.
Penjelasan Pengasuh
Seorang pengajar tak boleh sedikit pun meninggalkan pemberian nasihat kepada murid-muridnya. Ia pun harus mengingatkan mereka bahwa tujuan mencari ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah, bukan mengharapkan kepemimpinan, kebanggaan, dan persaingan.
Tugas keempat, memberi nasihat kepada murid dan melarangnya dari akhlaq-akhlaq yang tercela, melalui kata-kata sindiran, tidak secara terang-terangan, karena sesungguhnya ungkapan secara terang-terangan itu merusak tirai wibawanya.
Penjelasan Pengasuh
Di antara kehalusan (seni) mengajar adalah mengingatkan akhlaq yang buruk dengan cara sindiran, tidak secara langsung, dan dengan cara kasih sayang, bukan dengan cara menjelek-jelekkan. Karena, mengingatkan kesalahan secara langsung di hadapan murid-murid yang lain dapat menghilangkan kewibawaan, menimbulkan keberanian murid untuk melakukan perlawanan, dan membangkitkan keinginan untuk terus melakukan kesalahan yang sama.
Di akhir keterangannya, pengarang mengingatkan:
Dan hendaknya ia terlebih dahulu berlaku istiqamah, kemudian baru memerintahkan para muridnya untuk demikian. Jika tidak, nasihatnya tidak bermanfaat, karena mengikuti perbuatan itu lebih kuat daripada mengikuti perkataan.
Kitab Al-Mursyid Al-Amin - Karya Al-Ghazali
Diasuh oleh K.H. Saifuddin Amsir