Ulama akhirat adalah ulama yang tidak memakan dunia dengan agamanya dan tidak menukar akhiratnya dengan dunianya, karena mereka mengetahui mulianya akhirat dan hinanya dunia. Dan barang siapa tidak mengetahui berlawanannya dunia dengan akhirat serta kemadharatannya, ia bukan termasuk ulama.
Setelah pada kajian yang lalu menjelaskan bahaya-bahaya yang dihadapi para ahli ilmu (lihat.. Bahaya-bahaya Ilmu), pada bahasan kali ini pengarang menerangkan masalah yang tak kalah penting, yakni tanda-tanda ulama akhirat. Penjelasan ini dapat menjadi patokan bagi mereka yang menggeluti ilmu, baik ketika belajar dan terlebih lagi setelah mengajar.
Pengarang mengatakan:
Ulama akhirat adalah ulama yang tidak memakan dunia dengan agamanya dan tidak menukar akhiratnya dengan dunianya, karena mereka mengetahui mulianya akhirat dan hinanya dunia. Dan barang siapa tidak mengetahui berlawanannya dunia dengan akhirat serta kemadharatannya, ia bukan termasuk ulama.
Penjelasan Pengasuh
Sesungguhnya serendah-rendahnya derajat orang alim adalah ia mengetahui kehinaan dunia, kerendahan, kekeruhan, dan terputusnya dunia, kebesaran akhirat, kekalnya, kejernihan nikmatnya, dan kemuliaan kerajaannya. Dan ia mengetahui bahwa keduanya (dunia dan akhirat) itu berlawanan dan keduanya seperti dua orang madu; jika engkau ridhakan salah seorang dari keduanya, engkau memurkakan yang lainnya. Dan keduanya seperti dua piringan timbangan; jika engkau unggulkan salah satu dari keduanya, berarti engkau ringankan yang lain. Dan keduanya itu seperti timur dan barat; jika engkau mendekati salah satu dari keduanya, engkau menjauh dari yang lain. Dan keduanya itu seperti dua buah kendi, yang salah satu dari keduanya penuh sedangkan yang lain kosong. Jika kamu tumpahkan darinya kepada yang lain hingga penuh, yang lain menjadi kosong.
Sesungguhnya orang yang tidak mengetahui kehinaan dunia, kekeruhannya, dan bercampurnya kelezatan dunia dengan kesakitannya, kemudian terputusnya dunia, ia tidak jernih darinya. Maka ia orang yang rusak akalnya, karena kesaksian dan pengalaman menunjukkan yang demikian itu. Bagaimana termasuk ulama, orang yang tidak mempunyai akal?
Kemudian pengarang mengatakan:
Dan barang siapa mengingkari hal tersebut, berarti ia mengingkari apa yang telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an, hadits-hadits, dan kandungan kitab-kitab suci lain yang diturunkan serta ucapan para nabi.
Pengarang kemudian menegaskan:
Dan barang siapa mengetahui hal itu kemudian ia tidak mengamalkannya, ia adalah tawanan setan, karena sesungguhnya ia telah dirusak oleh nafsu syahwatnya dan dikalahkan oleh nasibnya yang celaka. Dan barang siapa mengikutinya, pastilah ia binasa. Dan mana mungkin orang yang derajatnya seperti ini dimasukkan ke dalam golongan ulama.
Selanjutnya pengarang mengatakan:
Allah SWT berfirman ketika Daud bermunajat kepada-Nya, “Tahukah kamu, apa yang akan Aku perbuat terhadap orang alim apabila ia lebih mementingkan syahwatnya daripada cintanya kepada-Ku, yaitu Aku tidak memberikan kepadanya kenikmatan bermunajat kepada-Ku. Hai Daud, janganlah kamu bertanya kepada-Ku tentang orang alim yang telah dimabuk oleh keduniawiannya sehingga ia menghalangimu dari jalan mencintai-Ku. Mereka adalah pembegal (di) jalan hamba-hamba-Ku. Hai Daud, jika engkau melihat seseorang yang menuntut ilmu, jadilah engkau sebagai pelayannya. Hai Daud, barang siapa kembali ke jalan-Ku dengan berlari, niscaya Aku tuliskan baginya pahala orang syahid. Dan barang siapa Aku catatkan pahala syahid baginya, berarti Aku tidak akan mengadzabnya dengan neraka selama-lamanya.”
Kitab Al-Mursyid Al-Amin - Karya Al-Ghazali
Diasuh oleh K.H. Saifuddin Amsir