Dalam bahasan-bahasan yang lalu pengarang telah banyak menjelaskan ihwal keutamaan ilmu, keutamaan orang yang berilmu, dan keutamaan orang yang mempelajari ilmu. Pengarang juga telah menjelaskan perihal tugas-tugas dan adab-adab orang yang menekuni ilmu, baik yang mengajarkan ilmu maupun yang mempelajarinya. Dalam kajian kali ini pengarang menjelaskan persoalan yang tak kalah penting namun jarang kita perhatikan, yaitu bahaya-bahaya ilmu. Yang dimaksud adalah bahaya-bahaya yang berkaitan dengan ilmu yang dapat dialami oleh mereka yang menekuninya. Marilah kita simak penjelasannya.
Pengarang mengatakan:
Rasulullah SAW bersabda, “Manusia yang paling berat adzabnya di hari Kiamat adalah orang alim yang tidak diberi-Nya manfaat dengan ilmunya.” Rasulullah SAW bersabda pula, “Barang siapa semakin bertambah ilmunya tapi hidayahnya tidak bertambah, tidaklah bertambah (hubungannya) dengan Allah melainkan jauhnya.”
Penjelasan Pengasuh
Banyak sekali hadits lain yang menjelaskan bahaya-bahaya yang dihadapi orang yang berilmu. Di antaranya dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jabir disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian belajar ilmu untuk berbangga kepada para ulama dengan ilmu itu, untuk berdebat dengan orang-orang bodoh, dan untuk memalingkan wajah orang kepada kalian (menarik perhatian orang). Barang siapa melakukan itu, kelak dia berada di neraka.”
Di sisi lain, seorang alim juga tak boleh menyembunyikan ilmunya. Dalam sebuah hadits dikatakan, “Barang siapa menyembunyikan ilmu yang dimilikinya, Allah akan memakaikannya tali kekang dari neraka.”
Pengarang kemudian mengatakan:
Dan ketahuilah bahwa seorang alim yang mendalami ilmunya itu mengharamkan keselamatan (yakni jika tidak mengamalkan ilmunya), ia dapat binasa; tetapi jika tidak demikian (jika selamat dari kebinasaan), ia akan memperoleh kebahagiaan yang abadi.
Penjelasan Pengasuh
Dengan ilmu yang dimilikinya, seorang alim menghadapi dua kemungkinan: ia akan mengalami kebinasaan jika ia tidak mengamalkan ilmunya sesuai dengan petunjuk agama, atau akan mendapatkan kebahagiaan selama-lamanya jika mengamalkan ilmunya.
Lalu pengarang mengatakan:
Al-Khalil bin Ahmad pernah mengatakan, “Orang itu ada empat macam: seorang yang tahu dan dia tahu bahwa dirinya tahu, maka ia adalah orang yang benar-benar alim, maka ikutilah dia; seorang yang tahu tetapi ia tidak tahu bahwa dirinya tahu, maka ia orang yang tertidur, karena itu bangunkanlah (sadarkanlah) dia; orang yang tidak tahu dan ia tahu bahwa dirinya tidak tahu, maka ia adalah orang yang memerlukan bimbingan, maka ajarilah dia; dan orang yang tidak tahu dan ia tidak menyadari bahwa dirinya tidak tahu, maka dia adalah orang yang jahil atau bodoh, maka berhati-hatilah terhadapnya.”
Penjelasan Pengasuh
Perkataan para ulama, dari kalangan sahabat, tabi‘in, tabiit-tabi‘in, dan seterusnya, tentang masalah ini, juga banyak sekali, dan semuanya menjadi peringatan dan renungan bagi kita.
Umar pernah mengatakan, “Sesungguhnya yang paling dikhawatirkan dari umat ini adalah orang munafik yang alim.”
Orang-orang lalu bertanya kepadanya, “Bagaimana orang alim yang munafik?”
Ia menjawab, “Ia pandai lidahnya, namun bodoh hati dan amalnya.”
Suatu ketika pernah ditanyakan kepada Sufyan bin Uyainah, “Siapakah orang yang paling lama penyesalannya?”
Ia menjawab, “Di dunia, orang yang paling lama penyesalannya adalah yang berbuat kebaikan kepada orang yang tidak berterima kasih, sedangkan di akhirat adalah orang alim yang melalaikan ilmunya (tidak mengamalkan ilmunya).”
Meskipun demikian, tidak boleh orang tak mau belajar karena takut tak mampu mengamalkan ilmunya.
Seorang laki-laki pernah berkata kepada Abu Hurairah, “Aku ingin belajar ilmu, tetapi aku khawatir akan menyia-nyiakannya.”
Maka Abu Hurairah mengatakan, “Cukuplah seseorang menyia-nyiakan ilmu dengan meninggalkan ilmu.”
Pengarang kembali mengutip perkataan seorang tokoh ulama dengan menyebutkan:
Sufyan telah mengatakan, “Ilmu itu menyerukan untuk beramal. Jika pemiliknya mengamalkannya, ilmu itu menetap padanya; jika tidak, ilmu itu pun pergi darinya.”
Setelah menyebutkan hadits-hadits dan perkataan para ulama, pengarang mengingatkan kita akan sebuah ayat yang berkaitan dengan masalah ini dengan mengatakan:
Allah SWT telah berfirman yang artinya, ”Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu.” (QS Al-A‘raf: 175).
Kitab Al-Mursyid Al-Amin - Karya Al-Ghazali
Diasuh oleh K.H. Saifuddin Amsir