Tidak Semua Ilmu Terpuji

Dan sesungguhnya kita diperintah­kan untuk menahan diri, karena manusia lebih tertarik untuk menyandarkan kepada berbagai penyebab, yakni perantara-perantara yang dapat diindra dan yang bersifat khayalan, dan karena adakalanya hal ini membuatnya lalai kepada Yang Menciptakan penye­bab-penyebab itu.

Pada beberapa kajian yang lalu, kita telah mengikuti pembahasan pengarang tentang ilmu, keutama­an­nya, sifat-sifat ulama yang sesungguh­nya, para tokoh ulama, dan hal-hal lain yang terkait dengan ilmu. Pada kajian kali ini, kita masih akan memperhatikan pen­jelasan pengarang tentang masalah yang terkait dengan ilmu. Yaitu, tidak se­mua ilmu itu terpuji. Marilah kita perhati­kan persoalan yang penting ini yang da­pat menjadi pedoman kita dalam menun­tut ilmu.

Pengarang mengatakan:
Yang kami maksudkan dengan itu (yakni ilmu yang tidak terpuji) adalah sihir, rajah, perbintangan, filsafat, dan semacamnya. Terlarangnya sihir dan ra­jah adalah karena keduanya dapat mem­bawa kepada berbagai mudharat. Se­dang­kan perbintangan, karena terdapat larangan mengenainya, sebab Nabi SAW bersabda, “Apabila disebut bin­tang-bintang, tahanlah dirimu.”

Dan sesungguhnya kita diperintah­kan untuk menahan diri, karena manusia lebih tertarik untuk menyandarkan kepada berbagai penyebab, yakni perantara-perantara yang dapat diindra dan yang bersifat khayalan, dan karena adakalanya hal ini membuatnya lalai kepada Yang Menciptakan penye­bab-penyebab itu.

Penjelasan Pengasuh
Tercelanya suatu ilmu dapat dise­bab­kan salah satu dari tiga faktor: Per­tama, karena dapat membahayakan, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Misalnya saja ilmu sihir, yang di antaranya dapat memisahkan suami-istri. Dengan menggunakan sihir, sese­orang dapat mengguna-gunai orang lain, hubungan suami-istri retak, dan kemudi­an membuat sang istri tergila-gila ke­padanya.

Kedua, karena biasanya dapat mem­bahayakan bagi pelakunya (yang mem­pelajarinya), misalnya ilmu nujum. Ilmu nujum bisa membuat seseorang menjadi musyrik. Karena itu, Nabi SAW bersab­da, “Aku mengkhawatirkan umatku se­telah aku tiada pada tiga hal: kesewe­nang-wenangan para imam, percaya ke­pada nujum (dalam hal ini bintang-bin­tang), dan mendustakan takdir.” (Diri­wayatkan oleh Ibnu Abdil Barr dari hadits Ibn Mihjan dengan sanad dhaif).

Ketiga, menggeluti ilmu yang tidak ber­manfaat, meskipun tidak memba­haya­kan. Ini bukan pada ilmunya, me­lainkan pada pelakunya. Misalnya, mem­pelajari hal-hal yang mendalam dari suatu ilmu sebelum mempelajari hal-hal pokoknya. Dalam sebuah hadits Nabi SAW bersabda, “Kita berlindung kepada Allah dari ilmu yang tak bermanfaat.”

Kemudian pengarang melanjutkan penjelasannya:
Sedangkan filsafat dapat membawa kepada hal-hal yang bertentangan de­ngan syari’at.

Tetapi tidak diingkari bahwa ilmu hitung tidak mungkin ditentang dan di­ingkari hasilnya, namun ia dapat menjadi pintu masuk kepada apa yang ada di ba­liknya, maka hendaklah diambil sebatas yang diperlukan saja.

Demikian pula ilmu-ilmu alam menu­rut kebutuhan yang diperlukan, dan ilmu perbintangan pun dapat diambil sebatas untuk mengetahui posisi-posisi (bintang) dan pedoman menentukan arah kiblat.

Kitab Al-Mursyid Al-Amin - Karya Al-Ghazali
Diasuh oleh K.H. Saifuddin Amsir
Previous
Next Post »