Tugas ketiga, hendaknya ia tidak bersikap sombong terhadap ilmu dan tidak mendominasi sang pengajar, melainkan menyerahkan kendali pilihan secara penuh kepadanya. Seperti seorang yang sakit keras menyerahkan kendali pilihannya kepada dokter yang menanganinya tanpa mengaturnya dengan memohon suatu macam tertentu, bukan macam yang lainnya.
Kajian kitab kuning yang lalu telah mulai membahas ihwal adab seorang penuntut ilmu. Kali ini kita masih akan mengikuti penjelasan pengarang tentang adab-adab seorang penuntut ilmu, khususnya rendah hati terhadap guru dan ilmu. Marilah kita simak penjelasan pengarang tentang masalah yang sangat penting ini.
Pengarang mengatakan:
Tugas ketiga, hendaknya ia tidak bersikap sombong terhadap ilmu dan tidak mendominasi sang pengajar, melainkan menyerahkan kendali pilihan secara penuh kepadanya. Seperti seorang yang sakit keras menyerahkan kendali pilihannya kepada dokter yang menanganinya tanpa mengaturnya dengan memohon suatu macam tertentu, bukan macam yang lainnya.
Penjelasan Pengasuh
Seorang penuntut ilmu harus sepenuhnya merendah terhadap ilmu, juga tunduk kepada guru, patuh pada nasihatnya seperti patuhnya seorang yang sedang sakit kepada dokter ahli. Seorang pasien yang sedang ditangani dokter ahli tentu tak akan mengatur sang dokter, misalnya untuk memberikan obat ini, jangan obat itu, atau melakukan tindakan ini, jangan tindakan itu, dan sebagainya.
Kemudian pengarang mengatakan:
Dan hendaknya ia senantiasa berkhidmat (melayani) pengajarnya, sebagaimana diriwayatkan bahwa Zaid bin Tsabit menshalatkan jenazah seseorang, lalu didekatkan kepadanya seekor baghal untuk dinaikinya. Kemudian datanglah Ibnu Abbas, yang langsung mengambil tali kendalinya (untuk menuntunnya).
Zaid bin Tsabit berkata, “Biarkanlah tali kendalinya, hai anak paman Rasulullah.”
Ibnu Abbas menjawab, “Demikianlah perbuatan yang diperintahkan kepada kami terhadap ulama dan pembesar.”
Lalu Zaid bin Tsabit mencium tangan Ibnu Abbas dan berkata, “Demikianlah kami diperintahkan untuk memperlakukan ahli bayt nabi kita.”
Dan Nabi SAW pernah bersabda, “Bukanlah termasuk akhlaq seorang mukmin berlebihan dalam menunjukkan kecintaan dan kerendahan kecuali dalam menuntut ilmu.”
Penjelasan Pengasuh
Tidak sepatutnya seorang penuntut ilmu bersikap sombong kepada guru. Di antara tanda kesombongan seorang penuntut ilmu adalah ia hanya mau belajar (mengambil manfaat) dari orang yang terkemuka dan terkenal. Ini benar-benar suatu kebodohan, karena ilmu itu merupakan sebab keselamatan dan kebahagiaan, dan ia bisa didapatkan dari guru yang mana saja yang memenuhi persyaratan sebagai seorang guru, tidak harus dari orang yang terkenal.
Barang siapa mencari tempat pelarian dari binatang buas yang akan memangsanya tidak akan membeda-bedakan apakah orang yang menunjukkan tempat pelarian itu orang yang terkenal ataukah orang yang tidak terkenal. Keganasan api neraka karena kejahilan kepada Allah jauh lebih menakutkan daripada keganasan segala binatang buas. Karena itu, hikmah (termasuk ilmu) merupakan barang hilang milik seorang mukmin yang harus diambilnya di mana saja ia mendapatkannya.
Pengarang melanjutkan penjelasannya dengan mengatakan:
Dan dikatakan orang: Ilmu itu memerangi orang yang tinggi hati, seperti banjir memerangi tempat yang tinggi.
Penjelasan Pengasuh
Ilmu tidak dapat diperoleh kecuali dengan bersikap tawadhu‘ dan menggunakan pendengaran dengan baik. Allah Ta‘ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya.” (QS Qaaf: 37).
Artinya, orang-orang yang mempunyai akal adalah yang dapat memahami ilmu. Kemampuannya untuk memahami tak dapat membantunya sampai ia menggunakan pendengarannya, yakni hadir hatinya untuk menerima semua yang disampaikan kepadanya dengan penuh perhatian, merendah, memiliki rasa syukur, gembira, dan menerima pemberian. Maka seorang penuntut ilmu terhadap gurunya hendaknya seperti tanah yang datar yang menerima hujan yang lebat sehingga semua bagiannya menyerapnya.
Kitab Al-Mursyid Al-Amin - Karya Al-Ghazali
Diasuh oleh K.H. Saifuddin Amsir