Pada bagian yang lalu, pengarang telah menjelaskan ihwal keutamaan belajar dan mengajar. Pada lanjutan penjelasannya kali ini, pengarang menguraikan secara lebih terperinci manfaat-manfaat dari kegiatan belajar dan mengajar. Marilah kita simak penjelasannya yang sangat penting ini.
Pengarang mengatakan:
Sahabat Mu‘adz bin Jabal telah mengatakan sehubungan dengan mengajar dan belajar, yang riwayatnya juga riwayat yang marfu’, “Tuntutlah ilmu, karena sesungguhnya menuntut ilmu karena Allah merupakan suatu khasy-yah (perasaan takut, yakni kepada Allah), mencarinya merupakan ibadah, mempelajarinya merupakan tasbih, menelitinya merupakan jihad, mengajarkannya merupakan sedekah, dan memberikannya kepada ahlinya merupakan taqarrub. Ilmu adalah penghibur di kala sendirian, teman setia dalam menyepi, petunjuk dalam keadaan suka dan duka, menjadi pembantu di kalangan orang-orang yang dikasihi, dan menjadi teman saat tak ada teman-teman. Ilmu merupakan mercusuar dari jalan menuju surga.
Allah meninggikan derajat banyak kaum melalui ilmu, maka Dia menjadikan mereka sebagai pemimpin dan pemberi petunjuk dalam kebaikan, yang dijadikan teladan, dan sebagai petunjuk dalam kebaikan, jejaknya diikuti dan amal perbuatan mereka menjadi pusat perhatian, dan para malaikat ingin menghiasi mereka dan mengusap mereka dengan sayap-sayapnya. Segala yang kering dan yang basah bertasbih untuk mereka, segala sesuatu, sampai ikan-ikan yang ada di laut dan binatang-binatang melatanya, mendoakan mereka, juga semua binatang buas di daratan dan hewan-hewan ternaknya, serta langit dan bintang-bintangnya. Karena, ilmu adalah kehidupan hati dari kesesatan, cahaya penglihatan dari kegelapan, dan kekuatan bagi tubuh dari kelemahan.
Dengan ilmu, seorang hamba dapat mencapai kedudukan kaum abrar (baik) dan derajat-derajat yang tinggi. Mencurahkan pikiran untuk ilmu sebanding dengan puasa dan mempelajarinya seimbang dengan qiyam (shalat). Berkat ilmu, Allah ditaati, disembah, dan diesakan. Dan berkat ilmu, seseorang memelihara kesucian dirinya, dan dengannya tali silaturahim dihubungkan. Ia adalah imam, sedangkan amal adalah pengikutnya. Yang diberikan ilham ilmu hanyalah orang-orang yang berbahagia, dan yang diharamkan dari mendapatkannya hanyalah orang-orang yang celaka.
Penjelasan Pengasuh
Hadits Mu‘adz yang panjang sebagaimana tersebut di atas diriwayatkan oleh Abu Asy-Syaikh Ibnu Hibban dalam kitab Ats-Tsawab. Juga diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil-Barr.
Ada beberapa perbedaan kata pada hadits tersebut antara yang disebutkan dalam Al-Ihya dan beberapa naskah Al-Mursyid Al-Amin yang dicetak. Kata khasy-yah yang tersebut di atas terdapat dalam Al-Ihya’. Tetapi dalam beberapa naskah Al-Mursyid Al-Amin, yang tertulis adalah hasanah (kebaikan), bukan khasy-yah.
Kata wal-wazir ‘indal-akhilla’ dalam hadits tersebut adalah sebagaimana yang tersebut dalam Al-Ihya’, sedangkan dalam Jami‘ Bayan Al-‘Ilm wa Fadhlih, karya Ibnu Abdil Barr, disebutkan waz-zain ‘indal-akhilla’ (dan menjadi perhiasan di kalangan orang-orang yang dikasihi). Mengapa demikian? Karena, ilmu merupakan keindahan, kebaikan, dan kesempurnaan yang menarik hati orang-orang yang terkasih. Sebagaimana juga dikatakan orang, “Ilmu adalah hiasan dan perbendaharaan yang tak ada habisnya.”
Kitab Al-Mursyid Al-Amin - Karya Al-Ghazali
Diasuh oleh K.H. Saifuddin Amsir