Adab Penuntut Ilmu

Adab pelajar dan tugas-tugasnya ba­nyak, namun akan kami kemukakan tu­juh bagian di antaranya sebagai berikut: Tu­gas pertama, mendahulukan kesuci­an jiwa dari akhlaq-akhlaq yang kotor, sebagai­mana Nabi SAW bersab­da, “Agama itu dibangun di atas dasar ke­bersihan.”

Setelah mengikuti penjelasan pengarang tentang ilmu selama beberapa edisi yang lalu,  kini kita akan memper­hatikan penjelasannya tentang adab-adab yang harus diperhatikan oleh se­orang penuntut ilmu. Marilah kita simak keterangan-kete­rangan pengarang berikut ini.

Pengarang mengatakan:
Adab pelajar dan tugas-tugasnya ba­nyak, namun akan kami kemukakan tu­juh bagian di antaranya sebagai berikut: Tu­gas pertama, mendahulukan kesuci­an jiwa dari akhlaq-akhlaq yang kotor, sebagai­mana Nabi SAW bersab­da, “Agama itu dibangun di atas dasar ke­bersihan.”

Penjelasan Pengasuh
Perlunya membersihkan jiwa bagi se­orang penuntut ilmu adalah karena me­nuntut (menggeluti) ilmu itu merupa­kan ibadah hati dan pendekatan bathin kepada Allah. Sebagaimana shalat, yang merupakan tugas (kewajiban) ang­gota lahir dari tubuh, tidak sah kecuali dengan membersihkan anggota lahir itu dari hadats dan kotoran, ibadah bathin dan memakmurkan hati dengan ilmu pun tidak sah kecuali setelah menyucikannya dari akhlaq yang buruk dan sifat-sifat yang kotor.

Kemudian pengarang melanjutkan penjelasannya:
Pengertian kebersihan di sini bukan pada pakaian, tetapi pada hati. Hal ini ditunjukkan oleh firman-Nya yang arti­nya, “Sesungguhnya orang-orang musy­rik itu najis.” (QS At-Tawbah: 28). Karena najis tidak hanya berkaitan dengan pa­kaian saja, selama bathin tidak bersih dari kotoran, ia tidak dapat menerima ilmu yang berman­faat dalam agama dan tidak dapat mem­peroleh penerangan dari cahaya ilmu.

Penjelasan Pengasuh
Najis tidak terbatas pada anggota tubuh yang lahir yang dapat diindra. Se­orang musyrik bisa saja bahunya bersih, badannya pun telah ia mandikan, tetapi bathinnya kotor. Najis merupakan se­suatu yang dihindari dan kita diminta untuk menjauhinya. Keburukan sifat-sifat bathin lebih penting lagi untuk dihindari, karena dari kekotorannya yang ada se­karang ia dapat membinasakan di masa yang akan datang.

Setelah itu pengarang mengatakan:
Ibnu Mas‘ud mengatakan bahwa ilmu itu bukan karena banyaknya periwayat­an, melainkan ilmu adalah cahaya yang dimasukkan ke dalam qalbu. Sebagian ulama ahli tahqiq ada yang mengatakan, “Kami pernah mempelajari ilmu bukan ka­rena Allah, namun ternyata ilmu itu eng­gan kecuali bila hanya karena Allah. Yakni ilmu itu enggan dan menolak ke­pada kami sehingga hakikatnya tidak ter­singkap dan yang dapat kami hasilkan ha­nyalah ucapannya dan lafazh-lafazhnya.”

Penjelasan Pengasuh
Seandainya Anda mengatakan demi­ki­an “Saya melihat sejumlah ulama dan fuqaha menonjol dalam masalah-masa­lah ushul (masalah-masalah pokok, prin­sip) dan furu` (cabang-cabang masalah) se­dangkan akhlaq mereka tercela”, ja­wab­nya adalah “Apabila Anda telah menge­tahui tingkatan-tingkatan ilmu dan Anda telah mengenal apa itu ilmu akhirat, telah jelaslah bagi Anda bahwa apa yang me­reka sibukkan itu merupakan kekaya­an yang sedikit dari segi ilmu. Kekaya­annya hanya dari segi amal karena Allah, jika me­mang dimaksudkan untuk mende­katkan diri kepada-Nya.”

Kemudian pengarang mulai mem­beri­­kan penjelasan tentang tugas beri­kutnya dari seorang penuntut ilmu:
Tugas kedua: Hendaknya ia memi­nim­kan keterkaitannya dengan hal-hal lain dan menjauh dari negerinya, agar hatinya tercurah sepenuhnya untuk ilmu. Karena, Allah SWT sama sekali tidak menjadikan dua qalbu bagi seseorang di dalam rongganya (QS Al-Ahzab: 4). Karena itulah dikatakan: Ilmu tidak mau memberikan sebagiannya kepadamu sampai kamu memberikan keseluruhan dirimu kepadanya.

Penjelasan Pengasuh
Ketika pikiran bercabang, ia tidak dapat memhami hakikat-hakikat. Pikiran yang bercabang pada berbagai perkara bagaikan anak sungai yang airnya ter­bagi-bagi, ada yang terserap bumi, ada yang menguap ke udara, dan sebagai­nya, sehingga tidak berkumpul lagi.

Kitab Al-Mursyid Al-Amin - Karya Al-Ghazali
Diasuh oleh K.H. Saifuddin Amsir
Previous
Next Post »