Awal Mula Penulisan Sirah Nabi SAW

Awal Mula Penulisan Sirah Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan Perkembangannya Penulisan sirah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menduduki urutan kedua setelah penulisan sunah Beliau.

Penulisan sunah (baca: hadits Rasulullah) memang lebih dulu dibandingkan sirah, dimulai ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam masih hidup atas dasar perkenan, bahkan perintah langsung dan sang Nabi. Hal itu dilakukan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam setelah merasa yakin bahwa para sahabat benar-benar mampu membedakan antara struktur kata Al-Qur’an dengan redaksi hadits supaya keduanya tidak bias. Adapun penulisan riwayat hidup Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan sejarah peperangan yang beliau ikuti (maghazi) baru dilakukan setelah penulisan sunah. Namun, sebelumnya para sahabat tetap memberikan perhatian besar untuk melestarikan sirah dan sejarah maghazi secara lisan.

Diduga kuat, orang pertama yang memberikan perhatian besar terhadap penulisan riwayat hidup (sirah) Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan berbagai peperangan yang beliau ikuti (maghazi) adalah Urwah ibn Zubair (wafat 92 H), disusul oleh Abban ibn Utsman (wafat 105 H), Wahb ibn Munabbih (wafat 110 H), Syarhabil ibn Sa’d (wafat 123 H), dan lbnu Syihab Az-Zuhri (wafat 124 H).

Merekalah pelopor penulisan sirah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Berbagai tulisan yang mereka susun menjadi literatur paling menonjol, bahkan diyakini sebagai karya pertama dalam kegiatan ilmiah yang mendorong penulisan sejarah secara umum. Belum lagi beberapa rangkuman peristiwa dalam bingkai sirah Nabi juga termaktub di dalam Kitabullah dan kitab-kitab sunah yang memberi perhatian besar terhadap riwayat hidup Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. lengkap dengan segala ucapan dan perbuatan beliau, terlebih menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan syariat.

Sayangnya, tulisan yang disusun kelima tokoh itu telah musnah ditelan waktu Yang sampai ke tangan kita hanyalah beberapa fragmen kecil yang berserakan di sana-sini, sebagaimana diriwayatkan Imam Al-Thabari konon, salah satu di antara karya mereka—yaitu yang ditulis oleh Wahb ibn Munabbih—sekarang tersimpan di museum Kota Heidelburg, Jerman.

Pada generasi berikutnya (setelah kelima tokoh di atas), muncullah orang-orang yang menghimpun hampir semua tulisan kelima tokoh ini. Alhamdulillah, sebagian besar tulisan generasi kedua ini masih dapat kita baca hingga saat ini. Tokoh paling utama dari generasi kedua itu adalah Muhammad Ibnu Ishaq (wafat 152 H). Para peneliti meyakini bahwa tulisan ibnu Ishaq merupakan karya tulis sirah Nabi shalallahu alaihi wa alihi wa shahbihi wa sallam. paling otoritatif pada masa itu meskipun kitab al-Moghazi yang ia tulis tidak pernah sampai ke tangan kita. Ibnu Hisyamlah (nama aslinya Muhammad Abdul Malik) orang yang kemudian meriwayatkan kembali kitab lbnu ishag ini dalam bentuk yang telah diperbaiki. lbnu Hisyam melakukan itu lebih dari 50 tahun setelah lahirnya karya Ibnu Ishaq tersebut.

Menurut lbnu Khalikan, Ibnu Hisyam menghimpun sirah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dengan mengambil sumber dari berbagai catatan maghazi dan sirah yang ditulis Ibnu Ishaq. Ibnu Hisyam menyunting dan meringkas tulisan pendahulunya itu, kemudian menuangkannya dalam sebuah kitab sirah yang sekarang dikenal luas dengan sebutan Sirah ibn Hisyam

Di atas itu semua, dapat disimpulkan bahwa sumber-sumber yang digunakan penulis sirah dari semua generasi adalah sebagai berikut,

Pertama: Al-Qur’an. Kitab Allah inilah yang menjadi rujukan utama untuk mengetahui kehidupan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam beserta segala tahapan global perjalanan hidup beliau yang agung. Struktur bahasa Al-Qur’an mengandung banyak petunjuk tentang hal ini.

Kedua: Kitab-kitab hadits. Maksudnya, kitab-kitab hadits yang ditulis para imam yang kredibilitasnya tidak diragukan lagi, sepert Al-Kutub Al-Sittahh (enam kitab hadits), Muwaththa’ Imam Malik, dan Musnad Imam Ahmad. Karena kitab-kitab ini menyoroti ucapan dan perbuatan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. sebagai sumber syariat, bukan sebagai objek sejarah, tidaklah mengherankan jika tema sentralnya berbau fikih. Sementara itu, sebagian kitab yang lain menggunakan metode penyusunan alfabetis; berdasarkan nama-nama para sahabat yang meriwayatkan hadits, bukan berdasarkan urutan kronologis terjadinya peristiwa atau lahirnya sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam

Ketiga: Para perawi yang memiliki perhatian besar terhadap sirah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam

Para sahabat banyak yang memiliki perhatian besar terhadap riwayat hidup sang baginda Nabi. Hampir tidak ada sahabat yang tidak mengetahui sebuah peristiwa atau kejadian tertentu menyangkut Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam; tetapi tidak menceritakan kembali peristiwa yang mereka ketahui kepada sahabat lain atau generasi setelah mereka (para tabiin). Namun, pada saat itu, tradisi tersebut tidak mereka imbangi dengan kebiasaan menulis. Sebelumnya, penulis ingin kembati menegaskan perbedaan antara “tulisan” (kitabah) dan “karangan” (ta’lif). Yang pertama tentu sudah ada semenjak Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. masih hidup, seperti sunah Adapun yang kedua baru muncul ketika umat Islam mulai merasa membutuhkan.

[Fiqih Sirah Bagian 3]

Fiqih Sirah Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi

Previous
Next Post »