Metode Ilmiah dalam Penulisan Sirah Nabi SAW

Sebagaimana diketahui bersama, sirah Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. yang tertulis juga merupakan bagian “sejarah” meskipun, seperti kami jelaskan sebelumnya, sirah Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. berangkat dari sejarah dan menyasar objek berbagai kejadian historis dalam rangkaian peristiwa kronologis.

Metode apakah yang dipakai para penulis sirah dalam menyusun dan menulis karya mereka?

Pada saat itu, mereka menggunakan metode yang dalam penulisan sejarah dikenal sebagai “aliran objektif”.

Disebut “atiran objektif” karena para penulis sirah Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. tidak mengandalkan karya mereka semata untuk memotret kejadian dalam hidup sang Nabi, tetapi hanya untuk mengukuhkan informasi sahih dari Beliau. Dalam melakukan hal ini, mereka menggunakan metode ilmiah yang tertuang dalam ilmu mushthalah athadits, terutama berkaitan dengan sanad dan matan, dan dalam ilmu al-jarh wa al-ta’dil yang berkaitan dengan para perawi, meliputi otobiografi dan catatan kepribadian masing-masing.

Ketika menemukan sebuah kejadian yang dinilai benar-benar nyata berdasarkan kedua metode yang digunakan, mereka akan langsung menuliskan tanpa tambahan ide, pemikiran, opini, ataupun hal-hal yang berhubungan dengan kondisi mereka saat

Pada saat itu, mereka selalu memandang keberhasilan dalam mendapatkan bukti kebenaran sejarah melalui metodotogi yang digunakan merupakan “realitas suci” yang harus dipaparkan kembali apa adanya. Mereka meyakini, memasukkan opini dan tendensi pribadi ke dalam sirah Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam merupakan pengkhianatan yang tak terampuni.

Dengan ‘benteng pertahanan” metode ilmiah dan sudut pandang objektivitas terhadap sejarah itulah sirah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sampai ke tangan kita secara lengkap, berisi riwayat hidup beliau semenjak lahir, nasab, masa kanak-kanak, namanya yang harum, berbagai macam irhash yang dialami di masa belia dan remaja, pengangkatan sebagai nabi, turunnya wahyu, akhlak beliau yang luhur, berbagai macam mukjizat yang Allah anugerahkan kepada beliau, fase dan tahapan dakwah yang beliau lalui, orang-orang yang mengikuti ajaran beliau, perjuangan dan jihad yang dilakukan untuk menghadapi musuh yang mengepung gerakan dakwah, aspek hukum, prinsip syariat, kandungan Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi.

Jadi, sirah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam ini benar-benar sampai ke tangan kita dalam keadaan sangat terjaga dan terawat. Metode ilmiah yang dipakai menjamin kemurnian riwayat, baik menyangkut sanad atau orang-orang yang terlibat maupun dari segi matn atau kejadian yang mengelilinginya

Adapun berkenaan dengan upaya pengambilan hukum dari semua riwayat In’ (setelah semua itu dapat diterima dengan baik dan dibuktikan kebenarannya) adalah kerja ilmiah di luar ranah penulisan sejarah. Kesucian sejarah harus tetap terjaga, tidak boleh terkontaminasi oleh apa pun

Upaya pengambilan hukum (istinbath) bersifat mandiri. Oleh karena itu, kaidah dan metode yang digunakan juga harus mandiri. Metode itu secara khusus dipakai untuk menetapkan prinsip istinbath dalam menggali hukum atau prinsip dan berbagai kejadian sejarah yang ada, Metode itu benar-benar murni dan bersih dari segala hasrat dan tendensi individual.

Di antara prinsip-prinsip itu ialah analogi induktif (al-qiyas alistiqra’i), pedoman observasi (qanun al-iltizam) dengan berbagai macam bentuknya, dalil-dalil, dan sebagainya.

Dengan metode inilah, pengambilan hukum dari kejadian-kejadian yang terangkum dalam sirah Nabi dilakukan Di antara hasil istinbath itu, ada yang berhubungan dengan masalah hukum, akidah, keyakinan, syariat, budi pekerti, dan sebagainya.

Dari uraian ini, yang paling penting untuk diketahui adalah bahwa metodologi yang digunakan untuk “memeras” sari pati sirah baru muncul kemudian dan terpisah dari sejarah maupun proses penulisannya. Begitu pun dengan metodologi. itu adalah buah dari benturan ilmiah” yang lahir setelah tradisi penulisan sejarah yang lebih dulu berdiri.

[Fiqih Sirah Bagian 4]

Fiqih Sirah Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi

Previous
Next Post »