Bersungguh-sungguh dan Memerangi Hawa Nafsu

Tak berlebihan bila dikatakan bahwa inti segala persoalan dalam kehidupan ada­lah masalah penguasaan hawa nafsu. Inilah yang akan menentukan apakah kita berhasil atau gagal, senang atau sengsara, dalam menapaki kehidupan, mulai dari dunia hingga akhirat kelak.

Pengalaman dalam kehidupan mengajarkan bahwa kesungguhan adalah kunci meraih kesuksesan. Ini bu­kan hanya dalam masalah dunia. Untuk mencapai kebahagiaan di akhirat dan meraih kedudukan yang tinggi dalam me­nempuh jalan menuju Allah pun, ha­rus dengan kesungguhan. Karena itulah, dalam ajaran Islam, banyak kita temui pesan-pesan untuk selalu bersungguh-sungguh, terutama terkait masalah-masalah akhirat.

Hal penting lain yang harus kita per­hatikan adalah ihwal hawa nafsu. Kita diperintahkan untuk menguasai dan me­lawannya serta mengarahkannya ke­pada hal-hal yang Allah ridhai. Tak ada yang mengingkari pentingnya hal ini. Be­tapa banyak orang yang terperosok ke dalam kehancuran dan kebinasaan ka­rena tunduk kepada hawa nafsunya, mau begitu saja mengikuti kehendaknya. Tak berlebihan bila dikatakan bahwa inti segala persoalan dalam kehidupan ada­lah masalah penguasaan hawa nafsu. Inilah yang akan menentukan apakah kita berhasil atau gagal, senang atau sengsara, dalam menapaki kehidupan, mulai dari dunia hingga akhirat kelak.

Dalam uraian berikut, kita akan meng­ikuti penjelasan pengarang tentang ke­dua perkara yang sangat penting ini dan keterangan lebih lanjut dari pensyarah. Marilah kita simak penjelasannya.

Pengarang mengatakan:
Siapa yang di permulaan urusannya tidak bersungguh-sungguh ia tidak menemui satu kebaikan sebesar biji sawi pun dari thariqah ini. Begitu pun ma‘rifat yang khusus dan luhur pada umumnya tanpa thariqah tidak akan berhasil. Memerangi hawa nafsu adalah kau bersihkan ia dari kotoran-kotoran dan menghiasinya dengan cahaya keutama­an-keutamaan

Penjelasan Pengasuh
Bait pertama dikutip dari ucapan Syaikh Abdul Karim Al-Qusyairi, “Ketahui­lah, sesungguhnya orang yang dalam per­mulaannya tidak memiliki kesungguh­an, ia tidak akan meraih kedudukan tinggi dalam thariqah ini.”

Kemudian ia berkata, “Ketahuilah, se­sungguhnya pokok perjuangan dan jiwanya adalah memutus diri dari hal-hal yang disukai dan membebaninya dengan segala hal yang berlawanan dengan hawa nafsunya di seluruh waktu secara merata.”

Ma‘rifat yang khusus lagi tertinggi bagi salik (seorang penempuh jalan me­nuju Allah SWT) tidak akan diperoleh tan­pa perjuangan melawan nafsu. Ada­pun tentang tiang penyangganya, Syaikh Ibnu ‘Atha mengatakan, “Ma‘rifat terdiri dari tiga tiang penyangga, yaitu al-haibah (kewibawaan), al-haya (rasa malu), dan al-uns (ketenangan jiwa).”

Bagaimana dengan tanda-tanda orang yang memiliki ma‘rifat? Mengenai hal ini, Syaikh Dzun-Nun mengatakan, “Tanda-tanda orang yang memiliki ma‘rifat ada tiga: Pertama, cahaya ma‘rifat­nya tidak memadamkan cahaya wara‘nya. Kedua, ilmu-ilmu bathin yang ia yakini tidak merusak hukum-hukum lahiriah. Ketiga, berlimpahnya karunia-karunia Allah Ta‘ala kepadanya tidak membuatnya merobek tirai-tirai segala hal yang diharamkan Allah Ta‘ala.”

Ketika Syaikh Abu Yazid Al-Bus­thami ditanya mengenai orang yang ma‘rifat, ia berkata, “Orang yang ma‘rifat adalah orang yang tidak melihat dalam tidurnya kecuali Allah Ta‘ala, tidak meli­hat dalam kondisi terjaganya selain Allah Ta‘ala, ti­dak mencari persesuaian ke­pada selain Allah Ta‘ala, dan tidak mem­perhatikan selain Allah Ta‘ala.” Demi­kian penuturan Imam Al-Qusyairi.

Kemudian pengarang menjelaskan, perjuangan melawan hawa nafsu adalah menyucikan jiwa dari kotoran-kotoran­nya dan menghiasinya dengan cahaya ibadah-ibadah. Nabi SAW bersabda, “Jihad yang paling utama adalah (jihad­nya) orang yang memerangi hawa nafsu karena Allah Azza wa Jalla.” (HR Ath-Thabarani).

Syaikh Al-Azizi berkata, “Maksud­nya, jihad yang paling utama adalah jihadnya seseorang yang sibuk dengan dirinya dalam melakukan segala yang di­perintahkan dan mengekang diri dari segala yang dilarang, karena patuh ke­pada perintah Allah Azza wa Jalla. Ka­rena, segala sesuatu dapat menjadi uta­ma dan mulia dengan kemuliaan buah­nya, dan buah perjuangan melawan hawa nafsu adalah hidayah.”

Sebagai penutup, perhatikanlah apa yang Allah firmankan mengenai orang-orang yang berjihad, yang artinya, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (men­cari keridhaan) Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami….” (QS Al-`Ankabut: 69).

Kitab Hidayah Al-Adzkiya’ - Karya Syaikh Zainuddin Al-Malibari
Diasuh oleh K.H. Saifuddin Amsir
Previous
Next Post »